NEWS

BI Bakal Borong SBN Rp224 Triliun Tahun Depan

BI dan pemerintah lanjutkan burden sharing tahun depan.

BI Bakal Borong SBN Rp224 Triliun Tahun DepanGubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. Shutterstock/Triawanda Tirta Aditya

by Hendra Friana

25 August 2021

Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) kembali melanjutkan burden sharing untuk mendukung pendanaan APBN pada tahun depan. Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan pihaknya akan membeli Surat Berharga Negara (SBN) untuk APBN 2021 sebesar Rp215 triliun dan APBN 2022 sebanyak Rp224 triliun.

Langkah itu dikuatkan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) ke-III antara BI dan Kementerian Keuangan pada 23 Agustus lalu. Perry berharap, pembelian SBN pemerintah di pasar perdana secara private placement maupun di pasar sekunder dapat mengurangi beban pemerintah dalam penanganan kesehatan akibat dampak pandemi Covid-19 serta mempercepat proses pemulihan ekonomi.

"Seluruh SBN ini adalah SBN yang marketable yang bisa kemudian oleh BI bisa digunakan sebagai instrumen operasi moneter dan suku bunga yang lebih rendah dari pasar yaitu reverse repo Bank Indonesia tenor 3 bulan,” ujar Perry seperti dikutip Antara, Selasa (24/8).

Menurut Perry, merebaknya virus corona varian delta telah menyebabkan kenaikan yang tidak terduga terhadap biaya penanganan kesehatan dalam APBN tahun 2021 dan 2022. Hal tersebut tidak hanya menyebabkan kemampuan fiskal untuk mendorong ekonomi menjadi semakin terbatas, namun beban negara semakin tinggi.

"Terutama juga penerbitan SBN dengan bunga pasar, tentu saja tidak hanya menyebabkan beban negara yang tinggi , juga tidak sejalan dengan asas kesehatan dan kemanusiaan," kata Perry.

Kendati demikian, Perry menegaskan bahwa kesepakatan berbagi beban atau burden sharing yang dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 ini tidak akan dan tidak pernah mengurangi independensi dan kemampuan Bank Indonesia untuk melaksanakan kebijakan moneter yang pruden.

"BI dalam konteks tetap bersinergi berkoordinasi dengan pemerintah secara erat juga tidak akan mempengaruhi kemampuan BI melakukan kebijakan moneter dan juga bagaimana kemampuan keuangan Bank Indonesia," ujarnya.

Suku Bunga Tetap Rendah

Terpisah, dalam rapat bersama Badan Anggaran DPR, Rabu (25/8), Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti memastikan bank sentral akan terus mengarahkan seluruh instrumen dan bauran kebijakan moneter untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional.

Berbagai kebijakan yang ditempuh BI meliputi di bidang moneter kebijakan suku bunga rendah yang akan tetap dipertahankan sampai terjadi indikasi awal kenaikan inflasi.  "Sejak 2020 BI telah menurunkan suku bunga kebijakan BI 7DRRR atau BI rate sebanyak 6 kali menjadi 3,5%, dan ini adalah yang terendah sepanjang sejarah," jelasnya.

Kebijakan stabilisasi nilai tukar terus dilakukan dengan triple intervention di pasar spot, DNDF, dan pembelian SBN dari pasar sekunder di tengah pasar keuangan global yang masih terus berlangsung.

Demikian pula dengan kebijakan likuiditas longgar yang akan tetap dipertahankan untuk meningkatkan penyaluran kredit atau pembiayaan perbankan kepada dunia usaha. 

"Pada 2020 BI telah menambah likuiditas atau quantitive easing di perbankan sekitar Rp726,57 triliun, dan BI melanjutkan kembali penambahan likuiditas di 2021 Rp114,15 triliun hingga 16 Agustus lalu melalui injeksi likuiditas ke perbankan untuk mendukung program pemulihan ekonomi nasional," katanya.

Serap SBN Rp131,6 Triliun per 16 Agustus

Sementara kordinasi fiskal dan moneter juga terus diperkuat termasuk partisipasi BI dalam pendanaan APBN melalui pembelian SBN dari pasar perdana sebagai pelaksanaan Undang-Undang nomor 2 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 

"Setelah 2020 pembelian SBN untuk mendukung pembiayaan APBN mencapai 473,2 triliun, tahun ini BI membeli SBN dari pasar primer berdasarkan SKB pertama sebesar Rp131,96 triliun per 16 Agustus lalu," jelasnya.

Di samping itu, pelonggaran kebijakan makroprudensial yang disinergikan dengan paket kebijakan terpadu KSSK juga dilakukan untuk peningkatan pembiayaan dunia usaha dalam rangka percepatan pembiayaan ekonomi.