NEWS

Pemerintah Masih Utang Kompensasi ke PLN dan Pertamina Rp104,8 Triliun

Sisa utang pemerintah di 2021 bebani subsidi energi di 2022.

Pemerintah Masih Utang Kompensasi ke PLN dan Pertamina Rp104,8 TriliunMenteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan keterangan saat konferensi pers hasil 3rd Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) G20 di Nusa Dua. (ANTARA FOTO/Fikri Yusuf)
23 August 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Meteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan lonjakan subsidi dan kompensasi energi yang mencapai Rp502 triliun tahun ini disebabkan oleh belum lunasnya kompensasi yang harus dibayarkan pemerintah kepada PT PLN dan PT Pertamina (Persero) di tahun lalu.

Pasalnya, pada 2021, pembayaran kompensasi yang dapat dibayarkan pemerintah kepada dua perusahaan tersebut hanya sebesar Rp47,9 triliun. Padahal, total kompensasi yang wajib dibayar pemerintah mencapai Rp152,7 triliun. Jumlah itu terdiri dari Rp63,2 triliun utang kompensasi di 2020 dan Rp89,5 triliun kompensasi di 2021.

Dengan demikian, terjadi pergeseran beban kompensasi BBM ke tahun 2022 yaitu sebesar Rp104,8 triliun. "Ini lah yang terjadi pada tahun ini di mana kita harus menanggung selisih subsisdi kompensasi tahun lalu. Plus dengan kenaikan BBM yang semakin melonjak, kita harus menaikan subsidi dan kompensasi BBM di tahun ini yang melonjak tiga kali lipat yaitu Rp502 triliun,"

Bahkan, kata Sri Mulyani, subsidi dan kompensasi energi yang mencapai Rp502 triliun di tahun ini tak akan cukup. Kebijakan tersebut adalah konsekuensi dari tidak dilakukannya penyesuaian harga BBM dan listrik di tengah kenaikan minyak dunia yang tercermin dari harga ICP.

"Kita memperkirakan apabila laju konsumsi terjadi seperti tujuh bulan terakhir maka Rp502 triliun akan habis dan ada tambahan lebih lanjut," terangnya.

Optimalkan SAL

Meski demikian, lanjut Sri Mulyani, ini lah yang disebut sebagai fungsi APBN sebagai shock absorber.

"APBN mengabsorb shock yang sangat besar dari kenaikan BBM atau ICP yang terjadi secara global. Tentu tujuannya adalah agar pemulihan ekonomi masih bisa terjaga, daya beli masyarakat bisa terlindungi dan penguatan proses pemulihan ekonomi masih bisa terjaga," tuturnya.

Untungnya, pemerintah masih memiliki Saldo Anggaran Lebih di 2021 yang dapat dimanfaatkan untuk menambal kekurangan anggaran belanja tahun ini, termasuk subsidi dan kompensasi.

Dalam laporan SAL, dijelaskan bahwa SAL tahun 2021 mencapai Rp388,1 triliun. Setelah memperhitungkan kegunaan SAL Rp143,9 triliun, SiLPA dan penyesuaian SAL, maka SAL akhir 2021 adalah sebesar Rp337,7 triliun.

"Sisa SAL ini lah yang sangat juga membantu memberikan bantalan pada tahun ini yang guncangan harga minyak begitu sangat-sangat tingginya," terang Sri Mulyani.

Menurut Bendahara Negara, SAL pemerintah yang turun dibandigkan 2020 tersebut juga menunjukkan pemerintah berupaya meningkatkan efisiensi dalam pendanaan defisit anggaran. "Ini dilakukan melalaui penggunaan SAL dan sekaligus sinergi yang kuat antara manajemen pengelolaan utang dan pengelolaan kas negara," pungkasnya.

Related Topics