Pemerintah Tarik Utang Baru Rp72 Triliun Hingga 15 Maret 2024
Kemenkeu jaga pelaksanaan pembiayaan utang tetap aman.
Fortune Recap
- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi pembiayaan utang neto mencapai Rp72 triliun hingga 15 Maret 2024.
- Realisasi penerbitan utang pemerintah terdiri dari SBN (neto) sebesar Rp70,2 triliun atau 10,5 persen dari target APBN yang sebesar Rp666,4 triliun.
- Utang yang berasal dari pinjaman (neto) mencapai Rp1,9 triliun atau -10,1 persen dari target APBN yang sebesar Rp18,4 triliun.
Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi pembiayaan melalui utang neto mencapai Rp72 triliun hingga 15 Maret 2024.
Jumlah tersebut setara dengan 11,1 persen dari target penarikan utang Rp648,1 triliun pada APBN 2024.
"Kalau tahun lalu, pembiayaan utang mencapai Rp181,4 triliun. Itu [turun] 60,3 persen," ujarnya dalam konferensi pers APBN KiTA, Senin (25/3).
Realisasi penerbitan Utang Pemerintah terdiri dari SBN (neto) mencapai Rp70,2 triliun atau 10,5 persen dari target APBN yang sebesar Rp666,4 triliun.
Terdapat penurunan 58,6 persen dibandingkan dengan penarikan utang pada periode sama tahun lalu yang sebesar Rp169,5 triliun.
Utang yang berasal dari pinjaman (neto) mencapai Rp1,9 triliun atau -10,1 persen dari target APBN yang sebesar Rp18,4 triliun. Penarikan utang melalui pinjaman juga lebih rendah, yakni 84,5 persen dari 15 Maret 2023 yang sebesar Rp11,9 triliun.
"Dalam hal ini, kita masih tetap on track. APBN 2024 itu, pembiayaan utang itu dalam UU APBN mencapai Rp648,1 triliun. Jadi, realisasi sampai dengan 15 maret relatif dalam posisi baik," katanya.
Risiko global
Dia menyatakan kementeriannya akan menjaga agar pelaksanaan pembiayaan utang tetap aman berdasarkan kondisi pasar uang dan obligasi yang sangat dipengaruhi kondisi dan sentimen global.
"Kita akan terus menjaganya agar volatilitas yang berasal dari global ini tidak berimbas kepada pelaksanaan APBN dan terutama untuk pembiayaan," ujarnya.
Kementerian Keuangan juga akan terus mencermati timing penerbitan surat utang pemerintah serta mendiversifikasi instrumen utang pemerintah.
Menurutnya, risiko global saat ini masih tinggi karena dibayangi tensi geopolitik, serta tantangan digitalisasi ekonomi, perubahan iklim, dan transisi demografi menuju populasi yang kian menua.
Namun demikian, seiring aktivitas perekonomian domestik yang terjaga, kinerja APBN hingga 15 Maret 2024 masih mengalami surplus, meski perlu mengantisipasi perlambatan pendapatan negara.
"APBN 2024 terus dioptimalkan sebagai shock absorber untuk melindungi daya beli, menjaga stabilitas ekonomi, dan mendukung berbagai agenda pembangunan," katanya.