NEWS

PLN Akan Revisi RUPTL 2021-2030, Pembangkit EBT Naik Jadi 75 Persen

PLN akan tambah pembangkit EBT 60-62 GW dalam RUPTL baru.

PLN Akan Revisi RUPTL 2021-2030, Pembangkit EBT Naik Jadi 75 PersenDirektur Utama PLN, Darmawan Prasodjo dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI. (Doc: PLN)
16 November 2023
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - PT PLN (Persero) akan merevisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 dengan mempertimbangkan proyeksi terbaru permintaan listrik dan munculnya konsumen tegangan tinggi.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman P. Hutajulu, mengatakan proyeksi permintaan tersebut juga diubah menjadi tiga skenario yakni rendah, menengah, dan tinggi.

"Berdasarkan poin-poin di atas PLN mempertimbangkan untuk melakukan perubahan RUPTL 2021-2030," ujarnya dalam rapat kerja di Komisi VII DPR, Rabu (16/11).

Dalam kesempatan sama, Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, mengatakan dalam RUPTL terbaru, pada 2024-2033 perusahaannya berencana menambah bauran energi baru dan terbarukan (EBT) hingga 75 persen. 

Ini akan dilakukan dengan menambah pembangkit EBT yang bersifat baseload sebesar 31 GW dan EBT bersifat intermittent yakni variabel angin dan solar sekitar 28 GW. Kemudian, PLN juga memasukkan energi baru alias nuklir sebesar 2,4 GW dan bisa bertambah menjadi 5-6 GW. 

“Jadi, 75 persen penambahan kapasitas pembangkit adalah berbasis EBT sekitar 60-62 GW, sedangkan ada penambahan sekitar 20 GW yaitu penambahan pembangkit berbasis gas,” katanya.

Butuh investasi besar

Meski demikian, kata Dermawan, skenario tersebut membutuhkan biaya investasi (capital expenditure/capex) dan operasional (operating expenditure/opex) yang tinggi tergantung jenis pembangkutnya.

Untuk pembangkit EBT baseload seperti panas bumi (PLTP) dan hidro (PLTP) misalnya, dibutuhkan investasi besar di awal pembangunan, namun biaya operasinya relatif kecil. Sementara pembangkit listrik tenaga gas membutuhkan investasi murah, namun beban operasinya tinggi.

“Capex ini memang untuk EBT baseload, jadi lebih besar. Namun, opex-nya lebih kecil dibanding dengan coal maupun dengan gas,” ujarnya. 

Darmawan juga menyampaikan bahwa pihaknya bersama Kementerian  ESDM telah sepakat untuk merevisi RUPTL dengan menggunakan skenario bertajuk accelerated renewable energy development (ARED).

"Pada skenario ini, kami akan melakukan coal phase down bukan coal phase out. Dalam hal ini, bagaimana pembangkit berbasis batu bara tetap beroperasi sampai masa berakhir kontrak dan penambahan teknologi penangkapan karbon (CCS),” katanya.

Related Topics