NEWS

Tanpa Kontrol, Kuota Solar dan Pertalite Diramal Habis pada Oktober

BPH Migas sebut konsumsi Solar dan Pertalite di atas 50%.

Tanpa Kontrol, Kuota Solar dan Pertalite Diramal Habis pada OktoberSejumlah kendaraan mengantre di salah satu stasion pengisian bahan bakar umum (SPBU) lintas Nasional Lhokseumawe, Aceh. (30/3). (ANTARAFOTO/Rahmad)
29 June 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Anggota Komite Badan Pengatur Hilir minyak dan gas (BPH Migas) Saleh Abdurahman mengatakan konsumsi BBM jenis Pertalite dan Solar melonjak cukup sejak awal Januari hingga 20 Juni 2022.

Berdasarkan data yang dimiliki lembaganya, penyaluran Jenis BBM Tertentu (JBT) untuk Solar sudah di atas 50 persen. Bahkan konsumsi rata-rata bulanan Solar sudah mengalami kelebihan 10 persen.

"Tentu jika tidak dikendalikan maka kita akan hadapi subsidi habis Oktober atau November," ujarnya dalam Webinar Virtual 'Generating Stakeholders Support For Achievieng Effectiveness of Duel and LPG Subsidies', Rabu (29/6)

Tak hanya Solar, JBPK Pertalite juga mengakan hal serupa. Hingga 20 Juni lalu, penyaluran Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite telah berada di angka 13.266.430.598 kilo liter (KL) atau 57,56 persen dari kuota 23.047.694.000 (KL).

Untuk itu lah, kata Saleh, pemerintah melakukan langkah pengendalian dan pengawasan agar konsumsi tak melebihi kuota yang telah ditetapkan. Terlebih, kuota BBM bersubsidi tersebut sebenarnya sudah ditambah oleh pemerintah untuk mencegah kelangkaan.

"Pengendalian konsumsi ini perlu dilakukan supaya benar-benar sampai kepada mereka yang berhak menerima Solar Subsidi dan Pertalite," tandasnya.

Dalam kesempatan sama, Direktur Pemasaran Regional Pt Pertamina Patra Niaga (PPN) Mars Ega Legowo Putra mengatakan pasca pemulihan dari Covid-19, kebutuhan BBM dan LPG memang mengalami tren kenaikan.

Kalau kita lihat dari sisi inventory BBM naik 8 persen sementara LPG naik 5 psrsen. Hal ini sayangnya juga dibarengi dengan kenaikan harga baku. 

Karena itu lah pemerintah akhirnya memutuskan memberikan tambahan subsidi energi yang besarnya mencapai Rp308 triliun.  

"Jadi kecepatan kenaikan demand dan kecepatan kenaikan harga bagan baku melebihi kecepatan daya beli sehingga jika dijalankan selaras akan memberikan tekanan terhadap daya beli masyarakat," jelasnya.

Kontrol dan pengawasan

Adapun beberapa langkah pengendalian yang dilakukan BPH Migas di antaranya adalah pengaturan konsumen/pengguna dengan mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 191 tahun 2014.

Untuk memastikan penyaluran lebih tepat sasaran, BPH Migas juga tengah mengajukan usulan revisi Perpres ini kepada presiden. Nantinya, beleid itu juga akan mengatur tentang surat ketetapan pengendalian dan volume BBM bersubsidi.

Kemudian pengaturan volume penyaluran JBT Solar dilakukan untuk kendaraan angkutan darat dengan mengacu Keputusan Kepala BPH Migas nomor 4 tahun 2020 tentang Pengend Penyaluran JBT Dolar untuk Konsumen Pengguna Transportasi Kendaraan Bermotor untuk Angkutan Orang atau Barang.

Lalu, pengaturan penerbitan surat rekomendasi untuk pembelian JBT Solar bagi usaha pertanian, perikanan, usaha mikro, dan layanan umum sesuai Peraturan BPH Migas nomor 17 tahun 2019.

Selain pengendalian, pengawasan penyaluran BBM juga dilakukan BPH migas dengan memanfaatkan IT seperti digitalisasi nozzle dan Sistem Informasi Pelaporan Pengawasan Pendistribusian BBM, serta kerja sama dengan aparat penegak hukum, Kementrian ESDM, serta Pemda.

Related Topics