Kemenperin Targetkan 9 Subsektor Ikut Perdagangan Karbon 2027

Jakarta, FORTUNE - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan sembilan subsektor industri agar dapat terlibat dalam mekanisme perdagangan karbon pada tahun 2027.
Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Andi Rizaldi, menyebutkan bahwa subsektor yang dimaksud meliputi industri semen, tekstil, logam/baja, pulp dan kertas, keramik serta kaca, makanan dan minuman, pupuk, alat transportasi, serta industri kimia.
"Paling cepat 2027, karena perlu data inventory minimal 2 tahun," ujar Andi dalam acara Sosialisasi AIGIS 2025 di Jakarta, Senin (17/3).
Ia menjelaskan bahwa untuk merealisasikan target tersebut, diperlukan data mengenai batas emisi yang dapat dicapai oleh masing-masing sektor, mengingat setiap subsektor memiliki karakteristik yang berbeda.
Lebih lanjut, Andi menegaskan bahwa Kemenperin tidak bisa bekerja sendiri dalam upaya ini. Kolaborasi dengan kementerian dan lembaga terkait sangat diperlukan guna mempercepat proses dekarbonisasi sektor industri, sejalan dengan target Enhanced-Nationally Determined Contribution (E-NDC) yang menetapkan pengurangan emisi sebesar 912 juta ton pada 2030.
Penyederhanaan SIINas
Dalam rangka memfasilitasi pelaporan industri domestik, Kemenperin juga berkomitmen untuk menyederhanakan skema administrasi melalui Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas).
"Jadi, kami ingin industri ini tidak terlalu banyak pekerjaan administratif membuat laporan segala macam, cukup satu kali laporan ke SIINas," katanya.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menekankan bahwa penerapan konsep industri hijau di Indonesia menjadi solusi dalam menghadapi tantangan global, termasuk perubahan iklim dan percepatan dekarbonisasi. "Dengan penerapan industri hijau diharapkan dapat menjawab berbagai isu dan tantangan ke depan seperti perubahan iklim dan dekarbonisasi,” ungkapnya.
Ia juga menyampaikan bahwa Indonesia memiliki lebih dari 3.600 gigawatt energi hijau yang berasal dari sumber energi terbarukan, seperti tenaga air, angin, matahari, panas bumi, gelombang laut, serta bioenergi. Oleh karena itu, Indonesia perlu terus berkomitmen dalam mendorong perkembangan industri hijau.
Untuk mendukung penerapan industri ramah lingkungan, Kemenperin telah menetapkan standardisasi industri hijau (SIH), yang mencakup indikator penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sesuai dengan target E-NDC sebesar 912 juta ton pada 2030. "Industri hijau juga dapat digunakan sebagai tools dalam penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) guna mencapai target yang telah ditetapkan,” ujarnya.