KPPU Selidiki Dugaan Monopoli LPG Non-Subsidi

- KPPU memulai penyelidikan dugaan monopoli dalam penjualan LPG non-subsidi oleh PT Pertamina Patra Niaga.
- Penyelidikan dilakukan menyusul harga jual tinggi dan keuntungan berlipat LPG non-subsidi.
- PT PPN menguasai lebih dari 80 persen pasokan LPG dalam negeri dan mendapat keuntungan hingga 10 kali lipat dari penjualan LPG non-subsidi pada 2024.
Jakarta, FORTUNE - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memulai penyelidikan awal terhadap dugaan praktik monopoli dalam penjualan Liquefied Petroleum Gas (LPG) non-subsidi di pasar midstream oleh PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN).
Keputusan melakukan penyelidikan awal tersebut diambil dalam Rapat Komisi pada 5 Maret 2025 di kantor KPPU Jakarta.
Deputi Bidang Kajian dan Advokasi KPPU, Taufik Ariyanto, mengatakan penyelidikan ini merupakan tindak lanjut dari kajian yang telah dilakukan sejak tahun lalu. KPPU menduga adanya praktik monopoli dalam penjualan LPG non-subsidi di pasar midstream, yang ditandai dengan harga jual tinggi serta keuntungan berlipat.
Akibatnya, banyak konsumen beralih menggunakan LPG subsidi berukuran 3 kilogram (kg), yang pada akhirnya meningkatkan beban subsidi negara.
“Dalam kajiannya, KPPU mendalami struktur pembentukan harga di sektor tersebut, khususnya dari hulu hingga hilir,” kata dia dalam keterangannya, yang dikutip Senin (10/3).
PT PPN saat ini menguasai lebih dari 80 persen pasokan LPG dalam negeri, baik dari produksi lokal maupun impor.
Selain menjual LPG subsidi dalam skema public service obligation (PSO), PT PPN juga memasarkan LPG non-subsidi dengan merek BrightGas.
Perusahaan itu juga menjual LPG dalam bentuk bulk kepada perusahaan lain, seperti BlueGas dan PrimeGas, yang kemudian mengemas ulang untuk dijual sebagai LPG tabung non-subsidi.
Kajian KPPU menemukan bahwa pada 2024 PT PPN mendapat keuntungan dari penjualan LPG non-subsidi hingga 10 kali lipat dibandingkan laba dari LPG Subsidi. Secara nominal, angka tersebut mencapai sekitar Rp1,5 triliun.
Diduga melakukan perilaku eksklusif dan eksploitatif
KPPU menilai PT PPN berpotensi melakukan perilaku eksklusif dan eksploitatif dengan menjual LPG non-subsidi dengan harga jauh lebih tinggi kepada konsumen downstream, yang juga merupakan pesaingnya di pasar LPG non-subsidi.
Jika terbukti, praktik ini dapat melanggar Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Konsekuensi dari dugaan monopoli ini mencakup peningkatan harga LPG non-subsidi yang membebani masyarakat, lonjakan permintaan LPG subsidi yang memperberat anggaran negara, serta peningkatan impor LPG untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Dengan adanya indikasi monopoli pada pasar LPG non-subsidi, KPPU menilai perlu penyelidikan lebih mendalam guna mengumpulkan bukti-bukti lebih kuat. Penyelidikan ini akan berfokus pada struktur harga LPG dari hulu hingga hilir, serta pola distribusi yang dilakukan PT PPN.
Penyelidikan awal ini menjadi langkah penting dalam memastikan pasar LPG di Indonesia berjalan secara sehat dan kompetitif. Jika ditemukan pelanggaran, PT PPN berpotensi menghadapi sanksi sesuai ketentuan yang berlaku dalam UU No. 5/1999.