Krisis Politik Prancis: Pemerintah Jatuh, Agenda Ekonomi Macron di Ujung Tanduk

- Krisis politik di Prancis semakin dalam dengan jatuhnya pemerintah Bayrou melalui mosi tidak percaya di parlemen.
- Mosi tidak percaya didukung oleh 331 anggota majelis rendah.
- Drama politik ini menjadi sinyal bahaya bagi kalangan bisnis dan investor.
Jakarta, FORTUNE - Krisis politik di Prancis kian dalam pada Senin (8/9), saat pemerintah pimpinan Perdana Menteri François Bayrou dijungkalkan melalui mosi tidak percaya di parlemen. Ini adalah kali kedua sebuah pemerintahan Prancis tumbang dalam setahun, menandakan periode kelumpuhan politik yang serius dan menebar ketidakpastian besar bagi stabilitas ekonomi negara dengan perekonomian terbesar kedua di zona Euro tersebut.
Mosi tidak percaya ini didukung oleh 331 anggota majelis rendah. Kemenangan oposisi dimungkinkan oleh aliansi tak terduga yang menyatukan kubu sayap kanan radikal dengan koalisi sayap kiri.
Pemimpin sayap kanan, Marine Le Pen, menyatakan kemenangan ini sebagai pesan jelas bagi presiden.
"Emmanuel Macron kini tidak punya pilihan lain," ujarnya seperti dikutip BBC, "selain kembali ke rakyat dan membubarkan parlemen."
Pemicu utama kejatuhan pemerintah, yang baru bertugas kurang dari tiga bulan, adalah usulan anggaran belanja negara pada 2025. Dilansir dari Reuters, anggaran tersebut berisi pemotongan belanja yang signifikan sebagai upaya menekan defisit publik agar sejalan dengan aturan Uni Eropa.
Dalam pidato sengitnya, Bayrou mengecam aliansi penentangnya.
"Anda telah memilih kekacauan demi keuntungan politik sesaat," demikian tudingan Bayrou di hadapan parlemen, menyebut persatuan lawan-lawannya sebagai "aliansi yang tidak suci" (unholy alliance).
Bagi kalangan bisnis dan investor, drama politik ini adalah sinyal bahaya. Agenda reformasi ekonomi pro-bisnis yang menjadi andalan Macron kini berada di ujung tanduk. Sébastien Jean, seorang ekonom dari lembaga riset CNAM, mengatakan kepada Reuters bahwa situasi ini adalah "skenario terburuk" bagi stabilitas.
"Ini adalah resep untuk kelumpuhan total, dengan risiko konsekuensi serius bagi ekonomi Prancis," katanya.
Ketidakpastian ini dapat memicu volatilitas pasar, menghambat investasi, dan berisiko menurunkan peringkat kredit negara. Krisis di Paris juga berpotensi menular ke seluruh Eropa, mengingat stabilitas Prancis adalah pilar penting bagi zona Euro.
Kini, semua mata tertuju pada Presiden Macron. Ia dihadapkan pada pilihan sulit: menunjuk perdana menteri ketiga dalam setahun dengan risiko ditolak lagi, atau membubarkan parlemen seperti tuntutan Le Pen—sebuah pertaruhan besar yang bisa jadi justru memperkuat posisi oposisi.
Apa pun keputusannya, jalan terjal menanti Prancis untuk keluar dari kebuntuan politik dan ekonomi ini.