Apa Perbedaan Penghitungan UMP Baru dan Lama? Ini Kata Menaker

- UMP baru memiliki koefisien alfa 0,5-0,9, sedangkan UMP lama 0,1-0,3.
- Pada UMP 2026, kenaikan upah tidak memakai satu angka tetap seperti pada UMP 2025.
- Kenaikan UMP 2026 juga berlaku bagi daerah dengan pertumbuhan ekonominya negatif.
Jakarta, FORTUNE - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) memastikan Peraturan Pemerintah (PP) Pengupahan telah ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto pada Selasa (16/12). Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menegaskan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara penghitungan Upah Minimum Provinsi (UMP) baru dan lama.
Namun, hal ini bukan berarti formula UMP baru dan lama tidak sama persis. Ada beberapa perbedaan antara rumus baru dan lama, terutama pada besaran koefisien alfa.
Berikut beberapa poin penting terkait perbedaan penghitungan UMP baru dan lama yang dapat dipahami.
Besaran koefisien alfa UMP baru dan lama
Salah satu perbedaan penghitungan UMP baru dan lama yang mencolok adalah besaran koefisiensi alfa. Formula UMP lama memiliki koefisiensi alfa sebesar 0,1 sampai 0,3, sedangkan formula baru ditetapkan pada rentang 0,5 sampai 0,9.
Kenaikan alfa disebut bertujuan untuk mengurangi disparitas upah minimum di beberapa daerah yang masih rendah dengan yang sudah tinggi. Meski koefisien alfa naik, rumusnya tidak jauh berbeda dengan peraturan sebelumnya.
Menaker Yassierli memastikan kenaikan UMP tiap provinsi sudah jelas melalui formulasi tersebut.
Kebijakan satu angka kenaikan UMP baru dan lama
Kenaikan UMP 2026 dipastikan tidak memakai satu angka kenaikan upah minimum. Pada UMP 2025, kenaikan upah disepakati serentak sebesar 6,5 persen di seluruh wilayah Indonesia. Kebijakan tersebut tidak dipakai lagi pada penghitungan UMP yang baru karena sudah ditetapkan memakai indeks alfa.
Metode perhitungan UMP baru dan lama
Metode yang dipakai juga menjadi perbedaan penghitungan UMP baru dan lama yang dapat dicermati. Metode survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang merujuk pada 64 jenis kebutuhan sehari-hari pada formula sebelumnya berubah.
Pada UMP 2026, pendekatan yang digunakan adalah data konsumsi rumah tangga dari hasil survei rutin Badan Pusat Statistik (BPS). Metode tersebut terdiri atas empat komponen konsumsi rumah tangga, seperti makanan, kesehatan-pendidikan, kebutuhan pokok lain, dan perumahan.
Kebijakan daerah yang pertumbuhan ekonominya negatif
Menaker Yassierli juga merinci kebijakan baru bagi daerah dengan pertumbuhan ekonominya negatif. Dalam UMP 2026, kenaikan UMP juga berlaku bagi daerah tersebut sehingga tidak ada alasan pemerintah daerah tidak dapat menaikkan upah karena melambatnya ekonomi.
Ia memastikan bahwa Dewan Pengupahan Daerah dapat mempertimbangkan kenaikan UMP berdasarkan tingkat inflasi dan koefisien alfa.
Lebih lanjut, rincian besaran kenaikan upah minimum akan ditetapkan oleh Dewan Pengupahan Daerah dan para gubernur diberikan tenggat waktu paling lambat 24 Desember 2025 untuk menetapkan kenaikan UMP 2026.
Demikian rangkuman mengenai perbedaan penghitungan UMP baru dan lama yang diungkapkan oleh Menaker Yassierli. Semoga bermanfaat!
FAQ seputar UMP 2026
| Kapan penetapan UMP 2026 diumumkan? | Penetapan UMP 2026 direncanakan paling lambat pada 24 Desember 2025. |
| Apakah UMP 2026 akan naik? | Ya. Pemerintah melalui Kemnaker memastikan UMP 2026 akan naik sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan. |
| Apa rumus penetapan kenaikan upah 2026? | Rumusnya adalah inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi yang dikalikan indeks alfa. |


















