Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Menteri Rangkap Jabatan di Danantara, Begini Kata Peneliti

Dony Oskaria, Rosan Roeslani, dan Pandu Sjahrir menjadi petinggi PBI Danantara (youtube.com/Sekretariat Kabinet)
Intinya sih...
  • Presiden Prabowo menandatangani Keppres tentang pengangkatan Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana Danantara.
  • TII menduga adanya monopoli kekuasaan terkait menteri hingga wamen merangkap jabatan di Danantara.
  • Rangkap jabatan dalam institusi seperti Danantara berisiko menurunkan transparansi dan akuntabilitas kebijakan ekonomi.

Jakarta, FORTUNE – Presiden Prabowo Subianto resmi meluncurkan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (24/2).

Susunan direksi Danantara diisi oleh beberapa nama pejabat negara, antara lain Rosan Roeslani sebagai CEO Danantara (Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM), Dony Oskaria sebagai COO Danantara (Wamen BUMN), dan Erick Thohir sebagai Ketua Dewas Danantara (Menteri BUMN).

Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) Felia Primaresti menduga adanya monopoli kekuasaan terkait menteri hingga wamen merangkap jabatan di Danantara.

“Jadi seperti pembagian kekuasaan yang enggak rata dan hanya berputar di orang yang itu-itu saja. Seperti monopoli [kekuasaan],” ungkap Feli kepada Fortune Indonesia, Selasa (25/2).

Buktikan elite bisnis dan politik saling menopang

Presiden Prabowo Subianto bersama dua mantan presiden RI, Joko Widodo dan Susilo Bambang Yudhoyono (instagram.com/sekretariat kabinet)

Keputusan Prabowo menempatkan menteri dan wakil menterinya dalam struktur BPI Danantara menimbulkan pertanyaan serius soal tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).

Menurut Felia, pejabat negara idealnya tidak rangkap jabatan di institusi yang terdampak langsung oleh kebijakan yang mereka buat sendiri.

”Hal ini penting untuk menjaga independensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengambilan kebijakan,” ungkap Felia.

Dia juga menyoroti bahwa fenomena rangkap jabatan ini mencerminkan dinamika politik yang lebih luas lagi.

”Hal ini menunjukkan makin eratnya hubungan antara elite politik dan ekonomi, yang memperkuat pola patronase dalam birokrasi pemerintahan,” jelas Felia.

Dari perspektif politik, dia juga menyampaikan bahwa keputusan terkait rangkap jabatan ini dapat dibaca sebagai upaya pemerintah untuk memperkuat kekuasaan dalam pengelolaan sumber daya strategis.

”Dengan menempatkan pejabat tinggi dalam struktur SWF [Sovereign Wealth Fund], pemerintah seperti memastikan bahwa arah kebijakan investasi tetap berada dalam kendali elite yang memiliki kedekatan dengan pusat kekuasaan,” tutur Felia.

Menurut dia, keputusan rangkap jabatan ini memperlihatkan bagaimana jaringan elite bisnis dan politik terus saling menopang.

Direksi Danantara harus siap mundur dari jabatan lain

Lanjut Felia, alih-alih menyerahkan pengelolaan SWF kepada profesional independen, pemerintah memilih figur yang memiliki posisi strategis dalam pemerintahan.

”Ini menandakan bahwa akses terhadap kebijakan ekonomi masih sangat bergantung pada kedekatan politik, bukan sekadar pertimbangan teknokratis,” ujar dia.

Kemudian dia menekankan bahwa rangkap jabatan Danantara juga berisiko menurunkan transparansi dan akuntabilitas kebijakan ekonomi. Jika pejabat negara tetap ingin berperan, sebaiknya ada mekanisme mitigasi konflik kepentingan yang jelas seperti pengunduran diri dari menteri atau wakil menteri.

Menurutnya, langkah itu akan lebih menjamin pengelolaan SWF dilakukan secara profesional tanpa ada potensi intervensi kebijakan yang menguntungkan kepentingan tertentu.

“Perlu dicatat juga bahwa posisi-posisi kunci di Danantara juga pasti mendapatkan alokasi dengan nominal tertentu yang tidak sedikit, mengingat tanggung jawab dan jumlah masif dana yang dikelola. Jelas hal ini menambah polemik, bukan hanya karena bias kepentingan akibat rangkap jabatan, namun juga beban di anggaran di tengah gaung kencang upaya efisiensi pemerintah untuk menekan anggaran,” kata dia.

Bisa turunkan kepercayaan publik

Rosan Roeslani, CEO Danantara sekaligus Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM RI (instagram.com/roslanroeslani)

Felia juga menyebut bahwa tanpa adanya langkah konkret untuk memastikan tata kelola yang baik, rangkap jabatan di Danantara berisiko menurunkan kepercayaan publik terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan badan ini.

”Oleh karena itu, pemerintah perlu menunjukkan komitmen terhadap tata kelola yang lebih baik dengan memastikan bahwa lembaga strategis seperti SWF dikelola oleh individu-individu yang bebas dari konflik kepentingan dan memiliki kredibilitas dalam pengelolaan investasi nasional,” tandas Felia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Yogama Wisnu Oktyandito
EditorYogama Wisnu Oktyandito
Follow Us