Ekonom: Danantara dalam Bayang-Bayang Skandal 1MDB

- Presiden Prabowo resmi bentuk Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara).
- Danantara mengelola aset hingga 571,6 miliar dolar AS atau Rp9.049 triliun di tahap awal dari tujuh BUMN raksasa.
- Achmad Nur Hidayat menilai keberadaan Danantara perlu disoroti seiring pembentukannya yang singkat dalam transformasi pengelolaan kekayaan negara.
Presiden Prabowo Subianto resmi membentuk Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin (24/2).
Danantara dikabarkan akan mengelola aset hingga 571,6 miliar dolar Amerika Serikat atau Rp9.049 triliun di tahap awal dari tujuh BUMN raksasa. Adapun total nilai aset akan bernilai lebih dari 900 miliar dolar AS atau Rp14,6 kuadriliun dalam bentuk asset under management (AUM).
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ), Achmad Nur Hidayat menilai keberadaan Danantara perlu disoroti seiring pembentukannya yang singkat. Menurutnya, banyak pertanyaan tentang independensi dan profesionalisme para petinggi serta kekuasaan besar Danantara.
Independensi dan profesionalisme petinggi Danantara

Achmad menilai susunan pengurus Danantara menimbulkan banyak tanda tanya, terutama tentang independensi dan profesionalisme mereka.
Dengan pengangkatan tokoh-tokoh yang memiliki latar belakang kuat dalam politik dan bisnis, ada kekhawatiran bahwa Danantara akan lebih melayani kepentingan elite tertentu daripada menjalankan mandatnya sebagai pengelola investasi nasional yang transparan dan akuntabel.
Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar. Banyak dari petinggi yang dipilih memiliki hubungan erat dengan lingkaran kekuasaan.
“Hal ini bisa mengarah pada konflik kepentingan, terutama ketika keputusan investasi harus dibuat berdasarkan analisis bisnis murni, bukan pertimbangan politis,” ujar dia dalam keterangan tertulis, Selasa (25/2).
Dalam konteks pengelolaan investasi negara, Achmad menjelaskan bahwa independensi adalah faktor kunci dalam memastikan bahwa keputusan yang diambil benar-benar demi kepentingan publik, bukan hanya untuk menguntungkan kelompok tertentu.
Danantara berpotensi menjadi seperti skandal 1MDB

Untuk memahami risiko Danantara, Achmad membandingkannya dengan skandal 1Malaysia Development Berhad (1MDB). 1MDB didirikan oleh pemerintahan Perdana Menteri Najib Razak sebagai badan investasi strategis yang bertujuan mendorong pembangunan ekonomi Malaysia.
Namun, dalam praktiknya, lembaga ini menjadi ajang korupsi besar-besaran. Miliaran dolar pun hilang karena disalahgunakan oleh elite politik dan kroni-kroninya.
Kesamaan antara 1MDB dan Danantara cukup mencolok. Ia menjelaskan bahwa Danantara dan 1MDB sama-sama lembaga yang diciptakan pemerintah dengan klaim untuk mengelola investasi nasional, tetapi dengan pengawasan yang lemah dan kekuasaan yang sangat terpusat.
Adapun skandal 1MDB menunjukkan bagaimana dominasi politik atas suatu lembaga bisa menggantikan prinsip rule of law.
Di Malaysia, investigasi terhadap 1MDB baru berjalan ketika tekanan internasional meningkat, bukan karena ada mekanisme pengawasan domestik yang kuat.
Kekhawatiran yang sama berlaku untuk Danantara. Jika lembaga ini lebih dipengaruhi oleh kepentingan politik daripada regulasi yang ketat, maka skandal serupa bisa terjadi.
Dengan modal awal mencapai Rp1.000 triliun dan aset pengelolaan lebih dari 900 miliar dolar AS, Danantara memiliki kapasitas keuangan yang sangat besar. Jika tidak diawasi dengan baik, bisa menjadi bancakan bagi para elite penguasa.