Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Ilustrasi produksi energi terbarukan hidrogen. Gas hidrogen untuk pembangkit listrik tenaga surya dan turbin angin yang bersih. Shutterstock/Audio und werbung

Jakarta, FORTUNE - Pengamat EBT (Energi Baru Terbarukan) sekaligus Guru Besar Teknik Tenaga Listrik dari Universitas Kristen Indonesia (UKI), Prof. Atmonobudi Soebagio, mengatakan bahwa pengembangan bahan bakar hidrogen yang dilakukan pemerintah–melalui PLN–sudah tepat, untuk digunakan sebagai bahan bakar alternatif. 

Menurut Atmonobudi, Indonesia memang memiliki banyak sekali sumber EBT–sinar matahari, angin, energi surya, dan lainnya, namun bersifat kurang kontinyu terhadap waktu. “Karena ada yang fluktuatif oleh posisi rotasi bumi terhadap matahari (siang dan malam), maupun angin yang juga berubah arah dan maupun kecepatannya,” katanya kepada Fortune Indonesia, Senin (26/2).

Menurutnya, hidrogen menjadi yang paling bisa diandalkan, khususnya untuk sektor transportasi darat, laut, maupun udara. Mobil dan motor listrik bisa dialihkan dari baterai menjadi hidrogen, lewat teknologi hydrogen fuel cells (HFC).

Sementara, kapal laut dan pesawat yang menggunakan solar atau avtur, bisa digantikan oleh hidrogen cair (liquified hydrogren). Bahkan, gas elpiji juga berpotensi digantikan oleh hidrogen.

“Indonesia memiliki potensi penghasil hidrogen yg sangat besar dibandingkan dengan energi-energi terbarukan lainnya, karena bisa diproduksi dari laut di wilayah Indonesia, yang mencakup 70 persen dari keseluruhan area Indonesia,” kata Atmonobudi.

Kendala

Pengamat EBT sekaligus Guru Besar Teknik Tenaga Listrik dari Universitas Kristen Indonesia (UKI), Prof. Atmonobudi Soebagio. (Dok. UKI)

Pengembangan teknologi listrik baterai bagi kendaraan yang lebih ramah lingkungan sedang marak di Indonesia. Namun, mayoritas listrik yang digunakan oleh konsumen untuk mengisi baterai, masih berasal dari pembangkit listrik yang mengandalkan bahan bakar yang tidak terbarukan seperti batu bara.

“Kondisi tersebut jelas akan memperlambat target pencapaian dan upaya Pemerintah untuk mengakhiri ketergantungan negara ini pada batubara, yang emisi karbon dioksidanya sebanyak 960 kilo gram untuk setiap 1 megawatt jam energi listrik yang dihasilkannya,” kata Atmonobudi.

Menurutnya, penggunaan hidrogen akan lebih memberikan manfaat besar dan tepat untuk kondisi Indonesia. Meski begitu, ia mengakui bahwa penerapan dan pengembangan bahan bakar hidrogen memakan biaya yang besar dan penerapan teknologi yang tidak sederhana.

Keuntungan

Editorial Team

Tonton lebih seru di