Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Ilustrasi pekerja. (Pixabay/coffee)

Jakarta, FORTUNE - Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDED) Agus Herta Sumarto mengatakan produktivitas tenaga kerja memang menjadi salah satu masalah yang perlu diatasi di Indonesia. Pasalnya hal ini banyak dikeluhkan pengusaha terutama yang berasal dari negara lain.

Kurang tingginya produktivitas tenaga kerja itu tercermin dari hasil survei Japan External Trade Organization (Jetro) pada 2020. Dalam sigi tersebut, tingkat produktivitas buruh Indonesia berada di angka US$26 ribu dalam setahun. Angka tersebut bahkan jauh di bawah Malaysia yang mencapai US$60 ribu per tahun.

Sementara di peringkat teratas berturut-turut ada Singapura (US$142,3 ribu per tahun), Cina (US$99,7 ribu per tahun) dan Jepang (US$79,7 ribu per tahun). "Dan kalau dibandingkan dengan Jepang, maka produktivitas kita relatif rendah, 74,4 persennya dari produktivitas tenaga kerja Jepang," ujarnya dalam diskusi bertajuk Undang-Undang Cipta Kerja di Persimpangan Jalan, Senin (20/12).

Hal ini lah menurut Agus yang menjadi salah satu pertimbangan pemerintah mengubah aturan ketenagakerjaan agar lebih atraktif bagi pemerintah melalui Undang-Undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

"Ada isu produktivitas, makannya dalam UU Cipta Kerja dimasukkan juga penilaian terhadap produktivitas tenaga kerja kemudian ada mismatch dunia dan industri misalkan kurikulum, alat praktik dan guru. Terakhir kenaikan upah yang disebut terlalu tinggi," jelasnya.

Di sisi lain, menurut Agus, urgensi lebih besar yang juga jadi pertimbangan pemerintah adalah rendahnya serapan tenaga kerja di tengah bonus demografi serta kian ketatnya persaingan di pasar tenaga kerja seiring dengan berjalannya masyarakat ekonomi Asean.

Belum lagi masalah pandemi Covid-19 yang membuat banyak perusahaan kukut dan serapan tenaga kerja kian rendah. Sebelum pandemi saja, angka pengangguran terbuka sudah cukup tinggi yakni 6,8-7,5 persen. Sementara pengangguran terselubungnya, menurut Agus ada di kisaran 28-30 persen. 

"Kalau saat ini 35 persen kalau tidak salah. jumlahnya sangat besar sekali sehingga pemerintah punya keinginan untuk mengurangi hsl ini karena itu lahirlah UU ini," jelasnya.

Masalah UU Cipta Kerja

Editorial Team

Tonton lebih seru di