Nilai Belanja Produk Halal RI Tembus US$135 Miliar


Jakarta, FORTUNE - Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) M. Aqil Irham mengatakan, nilai belanja muslim di Indonesia cukup besar.
“Belanja penduduk muslim Indonesia US$135 miliar per tahun,” ujarnya dalam diskusi “Halal Entrepreneurship, Concept, and Opportunities” di Masjid Istiqlal Jakarta, melansir Republika, Senin (10/4).
Menurut Aqil, hal itu tak terlepas dari Indonesia yang memiliki populasi Muslim terbesar di dunia. Sekitar 11 persen dari dua miliar umat Muslim dunia berada di Tanah Air.
Data BPJH juga mengungkapkan, nilai belanja produk halal dari umat Muslim dunia diperkirakan hampir US$2 triliun atau kisaran Rp29,8 kuadriliun.
Aqil mengatakan, nilai belanja produk halal di Tanah Air berasal dari makanan, minuman, atau pakaian. Besarnya pasar di sektor tersebut membuka peluang Indonesia untuk menjadi produsen atau pelaku usaha halal di bidang minuman, makanan, dan modest wear.
“Produk makanan halal Indonesia berada di peringkat 10 besar di dunia. Pada 2022, peringkat Indonesia naik dari empat menjadi dua besar terbanyak,” ujarnya.
Indonesia hanya kalah dari Malaysia untuk makanan dan minuman halal. Untuk modest wear, Indonesia berada di peringkat tiga besar, setelah Turki dan Uni Emirat Arab.
Untuk membawa Indonesia jadi jawara, Aqil mengimbau produsen dan pelaku industri halal untuk terus meningkatkan kapasitas produk di Indonesia.
“Kita perlu tingkatkan kapasitas produksi agar bisa menjadi pusat industri halal,” ujar Aqil.
Menggencarkan sertifikasi halal


Aqil mengatakan, Indonesia adalah satu-satunya negara di dunia yang mewajibkan semua produk-produknya memiliki sertifikat halal. Indonesia menargetkan jadi produsen makanan dan minuman halal nomor satu dunia pada 2024.
Sejumlah strategi digencarkan BPJPH Kementerian Agama (Kemenag) demi mencapai target satu juta Sertifikasi Halal Gratis (Sehati) melalui mekanisme pernyataan pelaku usaha.
Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham mengatakan, untuk mencapai target satu juta sertifikasi halal, BPJPH melakukan enam upaya percepatan.
Pertama, pelatihan 30 ribu pendamping proses produk halal. Kedua, program kantin halal.
Ketiga, memperkuat kemitraan dengan Kementerian/Lembaga (K/L). Keempat, fasilitasi sertifikasi halal reguler bekerja sama dengan berbagai stakeholder.
Kelima, kampanye mandatori halal. Menurutnya kampanye ini akan dilakukan di 1.000 titik pada 34 provinsi. Terakhir, BPJPH juga akan melakukan pengawasan secara berkesinambungan. Aqil menyebut, langkah pengawasan ini menjadi kunci, sehingga keterlibatan seluruh stakeholder amat diperlukan.
Kewajiban sertifikasi halal sudah diberlakukan oleh pemerintah sejak Oktober 2019-2024 untuk jasa penyembelihan. Dengan demikian, konsumen bisa memastikan makanan dari daging dan unggas, seperti sop kambing, soto ayam, rawon itu apakah daging hewannya sudah bersertifikat halal atau belum.
Selanjutnya, produk kosmetik, obat, dan barang gunaan diwajibkan memiliki sertifikat mulai Oktober 2021. Kosmetik merupakan produk yang digunakan dari bayi hingga orang tua.
“Sabun, sikat gigi, minyak wangi, pastikan sudah halal. Barang gunaan, misalnya ikat pinggang kulit, pastikan bukan dari binatang haram,” kata Aqil.