Google Luncurkan Era Baru AI: “Era Pengalaman” Dimulai

Jakarta, FORTUNE - Google kembali mengguncang dunia kecerdasan buatan dengan sebuah makalah riset baru yang digadang-gadang menjadi babak baru dalam evolusi AI. Dalam makalah bertajuk “The Era of Experience”, peneliti AI Google David Silver bersama ilmuwan komputer asal Kanada Richard Sutton mengusulkan pendekatan radikal untuk mengatasi krisis data pelatihan — dengan membiarkan agen AI menciptakan datanya sendiri melalui interaksi langsung dengan dunia nyata.
Langkah ini dinilai sebagai sindiran terhadap pendekatan yang selama ini digunakan oleh OpenAI, yakni mengandalkan data buatan manusia dalam jumlah besar untuk melatih model AI. “Ini adalah hal paling menginspirasi yang saya baca tentang AI dalam dua tahun terakhir,” tulis Suhail Doshi, pendiri startup, di platform X akhir pekan lalu, melansir Business Insider (23/4).
Jack Clark, salah satu pendiri Anthropic, juga menyoroti makalah tersebut dalam buletin Import AI-nya yang banyak dibaca kalangan industri. Silver dan Sutton menyatakan bahwa dunia AI modern telah melalui dua era sebelumnya sebelum memasuki Era Pengalaman.
Era simulasi (simulation era) dan era data manusia (the human data era)
Pada pertengahan 2010-an, peneliti mengembangkan AI melalui simulasi digital. Model seperti AlphaGo dan AlphaZero dilatih menggunakan metode reinforcement learning untuk bermain game seperti catur, Go, hingga permainan video seperti Atari dan Gran Turismo. Meski sukses dalam lingkungan yang terdefinisi jelas, pendekatan ini tidak mampu menangani masalah terbuka dengan hasil yang lebih kompleks.
Era data manusia dimulai sejak publikasi makalah “Attention Is All You Need” pada 2017, era ini menandai penggunaan data manusia dalam skala besar sebagai bahan pelatihan AI. Inilah fondasi lahirnya ChatGPT dan berbagai alat AI generatif lainnya. Ironisnya, walau pendekatan ini berasal dari Google, sebagian besar penelitinya pindah ke OpenAI atau mendirikan perusahaan baru seperti Anthropic.
Namun Silver dan Sutton menyoroti batasan pendekatan ini. “Meskipun reinforcement learning berbasis manusia memungkinkan perilaku yang sangat beragam, ini juga menciptakan batas baru bagi kinerja agen: mereka tidak bisa melampaui pengetahuan manusia yang sudah ada,” tulis mereka.
Era pengalaman: AI belajar dari dunia nyata
Makalah ini menawarkan solusi berani: membebaskan agen AI untuk berinteraksi langsung dengan dunia nyata dan menghasilkan data mereka sendiri. Pendekatan ini dinilai mampu menyelesaikan krisis kelangkaan data pelatihan sekaligus mendorong pengembangan Artificial General Intelligence (AGI), yaitu AI yang dapat melampaui manusia dalam berbagai tugas penting.
"Pada akhirnya, data pengalaman akan melampaui skala dan kualitas data buatan manusia," tulis Silver dan Sutton. “Perubahan paradigma ini, didampingi kemajuan algoritma RL, akan membuka kemampuan-kemampuan baru yang melampaui apa pun yang pernah dikuasai manusia.”
Jack Clark dari Anthropic memuji keberanian gagasan ini, menyebutnya sebagai “cerminan kepercayaan diri industri AI,” karena menawarkan otonomi pada agen AI untuk belajar secara mandiri dari lingkungan mereka.
Sejumlah implementasi skenario penerapan Era Pengalaman digambarkan, seperti:
Asisten kesehatan AI yang mengukur keberhasilan berdasarkan detak jantung, tidur, dan aktivitas pengguna.
Asisten pendidikan yang menggunakan hasil ujian sebagai indikator kemajuan belajar.
Agen ilmiah yang menilai keberhasilan upaya menurunkan emisi karbon dari observasi data CO₂.
Dalam pandangan Silver dan Sutton, ketergantungan pada data manusia membatasi AI untuk berkembang. “Tanpa landasan ini, agen, tak peduli seberapa canggihnya, akan menjadi gema dari pengetahuan manusia yang sudah ada,” tulis mereka — sebuah sindiran halus, namun tajam, terhadap pendekatan yang kini mendominasi pasar AI.