Jakarta, FORTUNE - Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, mengungkapkan kekhawatirannya terkait stagnasi pertumbuhan industri ritel di Indonesia. Maraknya impor ilegal diyakini menjadi penyebab utama yang mengancam keberlangsungan sektor pusat belanja.
Ia pesimistis, bisnis ritel dalam negeri mampu mendongrak okupansi mal dalam kurun beberapa bulan ke depan terlebih periode musim puncak (high season) telah berakhir.“Sekarang kita sudah masuk paruh kedua 2024, hanya tersisa sekitar enam bulan lagi sebelum tahun berakhir. Saya kira agak sulit untuk meningkatkan tingkat okupansi secara signifikan karena masa puncaknya sudah lewat, yaitu saat Lebaran,” kata Alphonzus saat konferensi pers di Jakarta, Jumat (5/7).
Ia berharap, sektor ritel kembali bergairah di semester kedua dengan adanya masa libur Natal dan Tahun Baru. "Kami berharap bisa mempertahankan okupansi di atas 80 persen hingga akhir tahun,” ungkap Alphonzus.
Di sisi lain, pemberlakukan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) menurutnya tidak memberikan keuntungan bagi pengusaha ritel legal. Sebaliknya, impor ilegal semakin marak karena tidak ada tindakan tegas dari pemerintah.
“Pemerintah fokus pada pembatasan impor resmi yang dilakukan oleh pengusaha yang sudah terdaftar, membayar pajak, dan mengikuti prosedur impor resmi. Namun, impor ilegal tidak pernah disentuh sama sekali,” ujarnya.
Menurut Alphonzus, baik produk impor maupun lokal di pusat perbelanjaan terkena dampak kebijakan ini. Produk impor terganggu oleh pembatasan impor, sedangkan produk lokal terganggu oleh impor ilegal. “Semakin ketat pembatasan impor resmi, semakin masif impor ilegal jika tidak ditangani,”ujarnya.