Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Hambatan Dagang RI Minim Dari Negara Lain, Daya Saing Tertekan

Ilustrasi Kegiatan Ekspor - Pexels/Tom Fisk
Intinya sih...
  • Hambatan dagang non-tarif (NTB dan NTM) Indonesia relatif kecil dibanding negara lain, menekan daya saing industri nasional.
  • Indonesia hanya memiliki sekitar 370 NTB dan NTM, jauh lebih sedikit dari negara-negara maju seperti Tiongkok, India, dan Uni Eropa.
  • Kemenperin tengah mengkaji sektor-sektor strategis yang memerlukan perlindungan melalui penerapan NTB dan NTM, dengan tetap mengacu pada aturan WTO.

Jakarta, FORTUNE – Hambatan dagang non-tarif (Non-Tariff Barriers/NTB dan Non-Tariff Measures/NTM) Indonesia disebut relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan negara-negara di dunia. Kondisi ini menjadi salah satu faktor penghambat peningkatan daya saing industri nasional, baik di pasar domestik maupun global.

NTB dan NTM merupakan instrumen penting yang digunakan oleh banyak negara maju untuk melindungi industri nasional mereka dari serbuan produk impor. Sayangnya, Indonesia justru masih minim dalam menerapkan kebijakan tersebut.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Febri Hendri Antoni Arief, mengungkapkan Indonesia hanya memiliki sekitar 370 NTB dan NTM yang berlaku saat ini.

“Bandingkan dengan Tiongkok yang memiliki lebih dari 2.800, India lebih dari 2.500, Uni Eropa sekitar 2.300, bahkan Malaysia dan Thailand masing-masing lebih dari 1.000,” ujar Febri dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (8/5).

Menurutnya, ketimpangan jumlah instrumen proteksi ini membuat produk asing lebih mudah masuk ke pasar Indonesia, sementara produk dalam negeri justru harus menghadapi banyak hambatan untuk masuk ke pasar luar.

“Negara-negara maju mensyaratkan berbagai NTB dan NTM seperti standar teknis, hasil pengujian, hingga rekomendasi tertentu. Ini menjadi tantangan besar bagi eksportir kita,”ujarnya.

Perlindungan industri

Kemenperin saat ini tengah mengkaji sektor-sektor strategis seperti tekstil, kimia, baja, elektronik, dan otomotif yang memerlukan perlindungan lebih melalui penerapan NTB dan NTM, dengan tetap mengacu pada aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Febri juga menanggapi laporan International Trade Barriers Index 2025 yang menempatkan Indonesia di peringkat ke-122. Ia menilai, pemeringkatan tersebut tidak transparan dan bisa menyesatkan.

“Kalau berdasarkan data WTO, posisi kita jauh lebih rendah dalam hal hambatan dagang. Justru ini yang merugikan industri nasional,” katanya.

Ia mengatakan, perlindungan terhadap industri dalam negeri merupakan langkah penting, terutama dalam situasi pasar kerja yang tengah menghadapi tekanan. “Melindungi industri dalam negeri berarti juga melindungi tenaga kerja kita,”katanya.

Dukungan terhadap penguatan industri dalam negeri juga sempat disinggung Presiden Prabowo Subianto. Presiden menyebut bahwa Indonesia harus berdiri di atas kaki sendiri dan tidak tunduk pada kepentingan asing, apalagi dengan kekayaan alam strategis seperti nikel, bauksit, dan kelapa sawit yang kerap menjadi sasaran tekanan global.

Sebagai bentuk komitmen nyata, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, yang memberi ruang lebih besar bagi produk industri dalam negeri.

“Ini menjadi angin segar bagi sektor industri nasional, terutama produsen barang yang selama ini menjadi pemasok untuk proyek-proyek pemerintah dan BUMN,” kata Febri.

Share
Topics
Editorial Team
Ekarina .
EditorEkarina .
Follow Us