Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Indonesia Perlu Ubah Regulasi Karbon untuk Tarik Investasi Hijau

ilustrasi green city (pexels.com/Nancy Bourque)
ilustrasi green city (pexels.com/Nancy Bourque)
Intinya sih...
  • Indonesia perlu memperbarui regulasi pasar karbon agar lebih menarik investasi swasta pada sektor hijau.
  • Regulasi karbon saat ini diatur melalui pajak dan perdagangan karbon.
  • Pembaruan kebijakan karbon di Indonesia bisa membuka peluang besar bagi sektor swasta, tetapi diperlukan dukungan regulasi yang mampu menjamin kepastian bagi investor.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE - Indonesia perlu memperbarui regulasi mengenai pasar karbon agar lebih selaras dengan prinsip internasional dan menarik minat investasi swasta di sektor hijau.

International Policy Manager - APAC Lead di International Emissions Trading Association (IETA), Björn Fondén, menilai pasar karbon global telah memasuki fase baru dengan tuntutan tata kelola yang lebih kuat dan transparan, karena tidak lagi berada pada era tanpa regulasi. Hampir semua negara tengah berjuang memahami cara terbaik mengatur proyek dan transaksi karbon agar keuangan yang dihasilkan memiliki integritas tinggi.

“Setiap pemerintah di dunia, termasuk Indonesia, kini harus memastikan bahwa proyek karbon benar-benar mengikuti prinsip integritas sebagaimana diatur oleh Integrity Council for the Voluntary Carbon Market (ICVCM) dan Article 6 dari Perjanjian Paris,” kata dia dalam acara Indonesia International Sustainably Forum (ISF) 2025 di Jakarta, Jumat (10/10).

Artikel 6 Perjanjian Paris memfasilitasi kerja sama internasional dalam mencapai target iklim melalui mekanisme pasar karbon dan non-pasar, memungkinkan negara-negara untuk saling mendukung dan memobilisasi pendanaan untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Indonesia perlu meninjau ulang regulasi nasionalnya agar sejalan dengan ketentuan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dan standar internasional

“Penting juga untuk menetapkan proses yang memperkuat proyek dan transaksi karbon, sekaligus memastikan manfaatnya dirasakan oleh masyarakat lokal,” ujarnya.

Björn mengingatkan integritas pasar harus dijaga agar kepercayaan investor tidak luntur.

“Kita harus mengatasi pemain buruk dan mendukung mereka yang menjalankan praktik baik. Sistemnya perlu bekerja secara transparan antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sipil,” katanya.

Perlu kepastian regulasi bagi investor

Di Indonesia, regulasi karbon saat ini diatur melalui dua instrumen utama, yakni pajak karbon dan perdagangan karbon. Kebijakan ini tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021, Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP), serta Peraturan OJK Nomor 14 Tahun 2023 yang mengatur perdagangan karbon di Bursa Karbon Indonesia.

Meski kerangka regulasi sudah terbentuk, tantangan terbesar terletak pada sinkronisasi dan pelaksanaan yang efektif agar kredibilitas pasar tetap terjaga.

Sementara itu, Vice President and Nature Finance di Conservation International, Jan Yoshioka,  menilai pembaruan kebijakan karbon di Indonesia juga bisa membuka peluang besar bagi sektor swasta.

“Kita melihat banyak pengusaha yang mengembangkan solusi berbasis alam, terutama dalam pemulihan ekosistem karbon biru seperti pesisir dan tanah laut. Jika diintegrasikan dengan pembiayaan karbon, ini bisa menjadi peluang luar biasa bagi ekonomi Indonesia,” ujarnya.

Jan menambahkan sejumlah instrumen keuangan swasta kini mulai berfokus pada investasi karbon dengan jangkauan 10–20 persen, terutama pada teknologi dan inovasi. Namun, agar peluang tersebut tumbuh, diperlukan dukungan regulasi yang mampu menjamin kepastian bagi investor sekaligus keberlanjutan ekosistem.

“Indonesia punya kapasitas teknologi dan sumber daya manusia yang mumpuni. Tantangannya adalah bagaimana menghubungkan inovasi di lapangan dengan sistem regulasi yang mendukung, agar manfaat ekonomi hijau bisa dirasakan lebih luas,” ujar Jan.

Kedunya sepakat, transformasi pasar karbon Indonesia tidak hanya memerlukan kepastian hukum, tetapi juga kolaborasi lintas sektor. Pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil harus berjalan beriringan untuk memastikan transisi menuju ekonomi rendah karbon benar-benar berkelanjutan dan inklusif.

 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us

Latest in Business

See More

Transisi Kendaraan Listrik Jadi Pendorong Ekonomi Hijau & Tenaga Kerja

13 Okt 2025, 10:04 WIBBusiness