Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
For
You

Kebijakan “Dividen Tarif” Trump Disinyalir Justru Bakal Rugikan AS

IMG_3147.jpeg
Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-13 ASEAN–United States (US). (dok. YouTube Sekretariat Presiden)
Intinya sih...
  • Diperkirakan akan menambah beban fiskal Amerika Serikat secara signifikan.
  • Biaya program ini hampir dua kali lipat dari potensi pendapatan tarif yang dikumpulkan.
  • Kebijakan tersebut dianggap dapat mendorong rasio utang terhadap PDB Amerika Serikat.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE - Usulan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengenai pembagian “dividen tarif” setidaknya US$2.000 per kepala kepada warganya menuai kritik tajam dari para pengawas anggaran. Alih-alih memperkuat ekonomi, kebijakan ini diperkirakan justru akan menambah beban fiskal AS secara signifikan.

Trump, melalui posting pada platform Truth Social akhir pekan lalu, menyatakan pendapatan dari tarif impor dapat didistribusikan kembali langsung kepada rakyat dalam bentuk pembayaran tahunan.

Ia menegaskan penerima berpenghasilan tinggi akan dikecualikan, dan juga mengklaim kebijakan tersebut dapat “menghadiahi wajib pajak” dan membantu mengurangi utang nasional.

Laman Fortune, Senin (10/11), mengutip analisis Committee for A Responsible Federal Budget (CRFB) bahwa gagasan tersebut berpotensi menimbulkan efek sebaliknya.

Berdasarkan perhitungan CRFB, pembayaran senilai US$2.000 kepada seluruh warga AS, termasuk anak-anak, akan menelan biaya sekitar US$600 miliar per tahun.

Sebaliknya, tarif yang diusulkan Trump selama ini baru menghasilkan pendapatan sekitar US$100 miliar. Bahkan, dengan proyeksi optimistis sekalipun, nilainya diperkirakan tidak akan melebihi US$300 miliar per tahun.

Artinya, biaya program ini hampir dua kali lipat dari potensi pendapatan tarif yang dikumpulkan.

“Jika dividen tarif dibayarkan setiap tahun, defisit federal akan meningkat sekitar US$6 triliun dalam sepuluh tahun,” demikian CRFB dalam laporannya. “Jumlah tersebut hampir dua kali lipat dari perkiraan kenaikan tarif Presiden Trump dalam periode yang sama.”

Dengan kata lain, pendapatan dari tarif tidak akan cukup menutupi biaya program, dan justru berisiko memperburuk kondisi fiskal jangka panjang AS.

Bahkan jika skema yang digunakan hanya membayar dividen sesuai jumlah tarif yang berhasil dikumpulkan, pembayaran hanya bisa dilakukan dua tahun sekali, dan itu baru bisa berlaku mulai 2027. Bila Mahkamah Agung kelak menguatkan keputusan pengadilan yang menyatakan sebagian tarif Trump ilegal, frekuensi pembayaran dividen bahkan bisa turun drastis menjadi sekali setiap tujuh tahun.

CRFB juga menyoroti dampak jangka panjang kebijakan ini terhadap posisi utang nasional. Mengalihkan seluruh pendapatan tarif untuk membayar insentif membuat pemerintah kehilangan sumber daya penting untuk menekan defisit atau melunasi utang.

Dalam simulasi CRFB, kebijakan tersebut akan mendorong rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) AS naik hingga 127 persen pada 2035, dibandingkan dengan 120 persen jika mengikuti kebijakan fiskal saat ini.

Bila pembayaran dividen dilakukan setiap tahun, rasio itu bisa mencapai 134 persen—mendekati level yang dinilai berisiko tinggi bagi stabilitas fiskal.

Temuan ini muncul di tengah kondisi defisit anggaran tahunan yang telah mendekati US$2 triliun, sementara total utang nasional Amerika kian mendekati rekor tertingginya.

Trump mengaku idenya terinspirasi dari Pembayaran Dampak Ekonomi (Economic Impact Payments/EIP) yang digelontorkan pemerintah selama pandemi COVID-19. Namun, wacana ini berbeda dari EIP yang memiliki batas pendapatan US$75.000 untuk individu dan US$150.000 untuk pasangan.

Usulan “dividen tarif” ini belum memiliki kriteria untuk penerima yang jelas.

Menurut CRFB, tanpa pembatasan yang ketat seperti pada EIP, beban fiskal program ini bisa lebih besar dari perhitungan awal.


Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us

Latest in Business

See More

Kebijakan “Dividen Tarif” Trump Disinyalir Justru Bakal Rugikan AS

11 Nov 2025, 10:59 WIBBusiness