Resep Phapros Jaga Antimo Agar Tetap Relevan hingga 5 Dekade
Jakarta, FORTUNE - Antimo adalah salah satu produk melegenda di Indonesia. Tahun ini, merek obat produksi PT Phapros (Persero) Tbk (PEHA) itu bahkan akan berusia 54 tahun.
Angka itu sama dengan umur Bangladesh setelah berganti nama dari Pakistan Timur. Periode yang tak bisa diremehkan untuk sebuah produk.
Menjaga produk agar terus relevan seiring pergantian waktu, seperti yang Phapros lakukan dengan Antimo, bukan sesuatu yang mudah. Pelik, bahkan. Beda bahan baku atau formula berubah sedikit, kepercayaan konsumen jadi taruhannya. Belum lagi, pesaing baru datang dan pergi. Begitu juga kebutuhan dan selera konsumen silih berganti.
Lantas, seiring berkembangnya zaman, bagaimana langkah konkret Phapros untuk terus adaptif? Pertama, menyiapkan strategi yang tertuang dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) dan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP). Di tahap ini, Phapros menganalisis SWOT, menentukan target, hingga mengulas profil risiko.
“Termasuk Antimo punya risiko. Oh pasar kita digerogoti itu [kompetitor], yang notabene lebih mahal. Oke, bagaimana menghadapinya. Kami sudah punya rencana untuk itu," kata Plt Direktur Utama dan Direktur Produksi Phapros, Ida Rahmi Kurniasih, Maret 2024.
Selanjutnya, ia mendengarkan suara konsumen. Ini penting karena ada risiko konsumen berpindah ke lain ‘hati’. Ida sendiri tak menyangkal ihwal adanya beberapa masukan dari konsumen untuk Antimo. Disebut tak seampuh dulu, salah satunya.
Dari situ, Phapros mencoba menggali informasi lebih dalam. Menyoal alasannya, ketersediaannya, harganya, hingga membandingkan hasilnya. Bisa melalui tim pemasaran ataupun survei yang menggandeng pihak ketiga. Semua demi menjaga mutu.
Yang tak kalah penting adalah menjaga standar, sistem, hingga kompetensi. Baik itu pada bahan baku, proses produksi maupun sumber daya manusia. Di industri seperti farmasi, itu sangat krusial.
Menurut Ida, membangun itu semua butuh perjalanan panjang. Phapros telah melakukannya sejak berdiri. Ida, sebagai individu, juga meniti jalan panjang itu, dimulai dari hari pertamanya terjun ke bidang farmasi. Berbekal pengalaman itu, ia sadar ada dua hal penting yang jadi fondasi: ilmu dan keberanian.
Soal pembuatan obat, taruhannya adalah keselamatan pasien. Yang akhirnya berhubungan dengan pemilihan bahan baku. Bahaya sekali jika perusahaan membeli bahan baku tertentu hanya karena harganya murah. Ada etika, kualitas, dan aturan yang harus diikuti.
Phapros memasok bahan baku utama dari Italia, termasuk untuk Antimo. Demi memastikan pasokan selalu terjaga, mereka menggunakan kontrak pembelian untuk periode tertentu dari jauh-jauh hari. Misalnya, pada Juni 2023, Ida sampai terbang ke Shanghai, Cina, demi menemui perwakilan pemasok dari Italia di acara Center for Public Health Innovation (CPHI).
“Cara bekerja dengan [pihak] Eropa itu sangat in advance. Sejak Juni harus sudah bisa sampaikan berapa ton yang mau kami pesan [untuk tahun berikutnya], lalu dilakukan long term agreement dan negosiasi lain,” ujarnya.
Selain Italia, Phapros juga mencari sumber pasokan alternatif. Ini berkaitan dengan kondisi geopolitik antara Ukraina dan Rusia pada 2022–2023, yang mengakibatkan terganggunya pengiriman kapal dari Eropa. Dengan syarat: efikasi, kualitas, hingga dokumentasinya setara dengan Eropa. Hasilnya, Phapros memilih Cina sebagai pemasok alternatif di luar Eropa.
Kualitas bahan baku itu juga didukung oleh kompetensi SDM. Caranya dengan memberikan pelatihan, baik kepada operator maupun formulator. Untuk operator misalnya, ada standar operasional prosedur (SOP) tervalidasi yang harus diikuti.
Jika tak berpengalaman di industri farmasi, maka operator akan menjalani induksi secara umum dari HCE, proses bisnis, introduksi perusahaan, Code of Conduct, etika, CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) secara umum, hingga EHS (Environmental Health and Safety) di pekan pertama bekerja. Satu lagi, mereka belum bisa mengoperasikan mesin setidaknya setahun. Mereka lebih dulu berperan sebagai helper, mendampingi senior yang berpengalaman sambil mengamati proses produksi.
Phapros pun sudah menggodok proses sertifikasi kompetensi kerja khusus bagi para operator, dibantu oleh Bio Farma Group yang memiliki Lembaga Sertifikasi Profesi. Ada sekitar delapan asesor di dalamnya, dengan tujuh kriteria penilaian. Dalam lingkup internal, metode itu sudah diterapkan. Pada kloter pertama yang dimulai Juli 2023, terdapat 76 orang berhasil lulus sertifikasi itu.
Tak hanya operator, tapi juga formulator. Mereka harus menempuh perjalanan secara bertahap sebelum bisa terlibat dalam proses formulasi obat. Dari mempelajari dokumen, hingga pembuatan. Karena, proses formulasi mirip dengan memasak. Resep yang sama belum tentu menghasilkan rasa serupa. Ini yang jadi tantangan.
Di pabrik farmasi, proses dari litbang, trial, hingga produksi komersial, tercatat dengan baik dalam dokumen. "Termasuk Antimo ini, ada ‘akta kelahiran’ ibaratnya. Oleh karena itu selalu terjamin kualitas dan efikasinya sejak 1960-an sampai sekarang, tidak berubah.” kata Corporate Secretary Phapros, Zahmilia Akbar.
Inovasi sekaligus jaga tradisi
Di luar kualitas, inovasi pun penting dalam menjaga eksistensi produk. Apalagi, sebagai perusahaan farmasi, yang memang mengandalkan riset dan pengembangan sebagai akar bisnisnya. Meskipun, tak semua inovasi produk itu mencapai keberhasilan.
Ida berujar, “Namanya umur produk, ya ada masa jayanya. Kalau kita bisa mempertahankan masa jaya selama mungkin, bagus. Tapi kan pola penyakit berubah, teknologi juga berubah. Ada obat yang pendek banget umurnya. Ada produk yang baru yang kami kira dia akan tumbuh pelan-pelan, tapi ternyata penjualannya langsung pesat.”
Pengembangan obat baru harus melalui serangkaian proses. Dari riset, pengajuan ke direksi, kajian lanjutan, pengujian dan pendaftaran ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), hingga akhirnya bisa dijual. Semua perlu waktu bertahun-tahun. Bahkan, proses registrasi obat saja membutuhkan waktu paling cepat 150 hari.
Dan, itu belum tentu berhasil. Karenanya, Phapros mesti tepat dalam memperhitungkan antara manfaat dan faktor risiko. Semua kembali pada hakikat bisnis: memperhitungkan biaya dan pengembalian.
Misalnya, jika kontribusi penjualan dan prospek pertumbuhan produk tak sebanding dengan biaya yang dibutuhkan, maka dengan berat hati, izin edar bisa saja tidak diperpanjang.
Namun, untuk produk andalan seperti Antimo, Ida menyatakan tak ada lagi aral melintang semacam itu. Untuk pembaruan izin edar Antimo, waktunya bisa kurang dari setahun jika tak ada perubahan apa pun.
Kendati sudah menjadi top of mind dan menguasai pangsa pasar hingga dua digit, Phapros menilai, inovasi tetap perlu dilakukan untuk mengikuti perkembangan zaman. Antimo yang dulu hanya berwujud tablet, kini memiliki varian sirop rasa buah untuk anak. Begitu pula promosi yang dulu hanya lewat televisi, kini dilakukan di media sosial.
Yang unik, jingle Antimo yang ada dan dipertahankan sejak 1980-an. Begitu pula kemasannya. Kenapa? Karena, menurut survei, kemasan Antimo sudah sangat melekat di benak konsumen. Dus, yang diubah hanya tipografinya.
“Tampilan seperti amplop, jumlah tablet per kemasan, sudah kami survei. Masyarakat menerima dan sangat menempel,” cerita Ida. “Kemasan warna abu-abu dengan gambar kapal, bus. Sehingga agak riskan kalau kita mengubah tampilan.”