BUSINESS

Mengenal Xiang Guangda, Raja Nikel Cina Pembawa Badai ke Industri

Taruhan Xiang Guangda perihal harga nikel tak berbuah manis

Mengenal Xiang Guangda, Raja Nikel Cina Pembawa Badai ke IndustriTsingshan Holding Group milik Xiang Guangda. (Shutterstock/T. Schneider)
14 March 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Xiang Guangda, raja nikel dari Cina, banyak dibicarakan belakangan ini karena secara tak langsung ia telah membuat London Metal Exchange 'membeku', di saat harga nikel melonjak di atas US$100.000 per ton.

Dengan memanfaatkan momentum lonjakan harga nikel sejak akhir 2021, Xiang bertaruh dengan melakukan short selling, yang memungkinkan investor memperoleh keuntungan dari saham atau aset lain ketika harganya turun.

Mengutip Fortune.com, dengan short selling, investor meminjam dari broker untuk dijual ke pasar terbuka. Ketika harga komoditas turun, investor dapat membeli kembali saham itu dengan harga lebih rendah, sebelum melunasi pinjaman ke broker.

Akan tetapi, bila permainan itu tak berjalan baik dab harga komoditas terus naik, mereka mesti membeli kembali saham itu dengan harga lebih tinggi. Hal ini yang dialami oleh Xiang.

ketika ia meyaikini harga nikel turun, namun kondisi geopolitik yang memporakporandakan bursa saham global, dan sanksi Barat terhadap Rusia justru mendongkrak harga komoditas secara signifikan.

Siapa sosok Xiang Guangda?

Xiang Guangda meniti karier sebagai mekanik di perusahaan perikanan, sebelum banting setir ke bisnis produsen pintu otomotif. Kemudian, pada 1988 pengusaha ini mendirikan Tsingshan Holding Group.

Tsingshan awalnya lahir sebagai produsen otomotif, tetapi akhirnya beralih ke bisnis produksi baja tahan karat dan nikel mentah. Grup konglomerasi itu berkembang hingga menjadi salah satu pemain raksasa di dunia dengan pendapatan tahunannya lebih dari US$28 miliar pada 2018.

Tsingshan juga telah menanamkan miliaran di negara-negara dengan pasokan nikel besar seperti Indonesia. Raksasa nikel itu mengekstraksi dan memurnikan nikel untuk kebutuhan seperti baterai mobil listrik.

Xiang dan Tsingshan merupakan pionir awal di perdagangan nikel global. Alhasil,  apa yang ia lakukan akan berdampak pada dinamika pasar. Pada 2019 misalnya, perusahaan nikel raksasa itu dapat melambungkan harga nikel setelah membeli persediaan logam dalam jumlah besar jelang larangan ekspor nikel mentah dari Indonesia.

Namun rupanya pertaruhan terbaru Xiang tidak berbuah manis seperti saat itu. Meski demikian, ia tetap yakin harga nikel akan turun. Bahkan, dirinya menyiapkan aset milik Tsingshan sebagai jaminan untuk debitur.

Pada akhir perdagangan pekan lalu, Jumat (11/3) waktu Amerika Serikat (AS), harga nikel tercatat turun 0,03 persen menjadi US$48.226 per MT.

Related Topics