Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Tantangan Dunia Rekrutmen: Membedakan Kandidat Asli dari 'Robot' AI

Ilustrasi peningkatan skill pekerja/Dok Mekari
Intinya sih...
  • AI semakin sering digunakan dalam lamaran kerja, tapi pemilik bisnis khawatir AI dapat merekrut kandidat tidak kompeten.
  • Penggunaan AI dalam aplikasi kerja di Inggris mencapai hampir separuh dari 2.000 pelamar kerja.
  • Manusia berperan penting melakukan penilaian dalam rekrutmen, meskipun AI dapat membantu proses aplikasi pekerjaan.

Jakarta, FORTUNE - Laju perkembangan kecerdasan buatan (AI) merambah berbagai aspek kehidupan, tak terkecuali dunia rekrutmen. Namun, di balik kemudahan yang ditawarkan AI dalam menyusun lamaran kerja, muncul kekhawatiran serius dari kalangan pelaku bisnis. Mereka cemas penggunaan AI secara berlebihan oleh para pencari kerja dapat berujung pada perekrutan kandidat yang sebenarnya tidak kompeten.

Laman BBC mewartakan seorang pemilik agensi periklanan, James Robinson, mengatakan ia dan sejumlah pemimpin bisnis lainnya mendapati tren mengkhawatirkan: para pelamar kerja semakin sering memanfaatkan chatbot AI generatif.

Robinson memperingatkan individu yang mahir menggunakan teknologi ini berpotensi "merekayasa" proses seleksi tanpa memiliki kemampuan riil untuk melaksanakan pekerjaan yang dilamar.

Senada dengan Robinson, Megan Cooper, seorang penasihat karier, menyatakan meski AI dapat menjadi alat bantu yang berguna bagi para pencari kerja, peran penilaian manusia tidak boleh digantikan. Survei terbaru di Inggris menunjukkan hampir separuh dari lebih dari 2.000 pelamar kerja memanfaatkan AI dalam proses aplikasinya.

Robinson, yang mengelola Hello Starling di Cardiff, Wales, membagikan pengalamannya menerima banyak lamaran kerja yang dipenuhi dengan kalimat-kalimat hasil olahan AI. Ia mencontohkan frasa-frasa umum seperti "memanfaatkan keahlian saya" atau "keterampilan saya selaras dengan tujuan dan sasaran organisasi Anda." Bahkan, chatbot ChatGPT mengonfirmasi sering menghasilkan frasa-frasa tersebut untuk surat lamaran.

"Sangat sulit bagi saya untuk membedakan mana pelamar yang sebenarnya dan mana yang 'robot'," ujar Robinson.

Menurut BBC, Robinson membagikan pengalaman tersebut via LinkedIn. Ia pun mendapat respons mengejutkan dari para pemimpin bisnis lain yang merasakan problem serupa. Mereka bertanya-tanya apakah perlu memakai AI untuk melawan tren ini.

Meskipun demikian, Robinson mengakui bahwa penggunaan AI yang tepat dapat memberikan manfaat bagi bisnisnya, misalnya dalam membantu pelamar menyampaikan informasi secara lebih ringkas.

Lantas, apa sebenarnya AI itu? Secara sederhana, masih dari laman BBC, AI memungkinkan komputer belajar dan memecahkan masalah layaknya manusia.

Meskipun komputer tidak dapat berpikir, berempati, atau bernalar, para ilmuwan telah mengembangkan sistem yang mampu melakukan tugas-tugas yang biasanya memerlukan kecerdasan manusia, berupaya meniru cara manusia memperoleh dan menggunakan pengetahuan.

AI generatif, khususnya, digunakan untuk menciptakan konten baru yang terasa seperti dibuat oleh manusia dengan belajar dari sejumlah besar data yang ada, seperti teks dan gambar online.

Di Cardiff Metropolitan University, Megan Cooper berupaya membimbing mahasiswa mengenai etika penggunaan AI dalam melamar pekerjaan. Ia menjelaskan AI dapat berfungsi sebagai alat bantu, pelengkap, tapi tidak boleh menggantikan penilaian manusia.

Cooper menambahkan banyak mahasiswa terdorong menggunakan AI karena adanya ekspektasi dari pemberi kerja bahwa kandidat memahami dan mampu menggunakan teknologi ini. Mereka khawatir dianggap curang atau melakukan kesalahan jika tidak memanfaatkannya.

Universitas pun mendorong mahasiswa untuk memahami kapan penggunaan AI dianggap tepat. Misalnya, pada tahap riset proses aplikasi, meminta AI memberikan umpan balik atau membantu menyusun struktur CV, atau bahkan membantu menyempurnakan surat lamaran yang telah ditulis agar terdengar lebih elok.

Pada akhirnya, Cooper menekankan proses wawancara kerja mengharuskan para pelamar untuk memastikan bahwa keunikan diri mereka dapat bersinar, dan hal itu sulit dicapai jika seluruh proses aplikasi didominasi AI.

Share
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us