Indonesia Rawan Bencana, Re Indonesia Tekankan Kolaborasi Reasuransi

- Indonesia Re tekankan kolaborasi asuransi dan reasuransi untuk mitigasi risiko bencana nasional
- Kementerian Keuangan dorong skema DRFI untuk melindungi aset negara dari beban keuangan akibat bencana alam
- OJK mencatat pertumbuhan premi asuransi umum dan reasuransi sebesar 5,79 persen hingga April 2025
Jakarta, FORTUNE - PT Reasuransi Indonesia Utama (Indonesia Re) mengingatkan pentingnya kolaborasi kerja sama antara lembaga swasta dan pemerintah melalui asuransi hingga reasuransi untuk memitigasi risiko bencana nasional. Apalagi, Indonesia berada di jalur Ring of Fire—wilayah rawan bencana alam seperti gempa bumi dan letusan gunung api.
Direktur Utama Indonesia Re, Benny Waworuntu menyatakan bahwa kebijakan ini penting untuk mengantisipasi beban keuangan negara yang dapat membengkak akibat bencana.
“Indonesia kaya akan sumber daya, tapi juga menyimpan risiko besar. Kita tidak bisa mengabaikannya,” kata Benny pada acara Sustainable Dialog 2025 yang diadakan oleh Re Indonesia di Jakarta, Kamis (12/6).
Dorong skema DRFI untuk melindungi aset negara

Untuk melindungi sejumlah aset negara, Kementerian Keuangan telah mengembangkan skema asuransi risiko bencana atau Disaster Risk Financing and Insurance (DRFI). Skema ini bertujuan agar penanggulangan bencana negara tidak sepenuhnya bergantung pada APBN semata.
Selain itu, skema asuransi parametrik juga bisa menjadi solusi inovatif untuk merespons bencana secara lebih cepat dan efisien. Meski demikian, seluruh inovasi tersebut harus berlandaskan pada riset dan data industri untuk memaksimalkan potensi yang ada.
Seperti diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat premi asuransi umum dan reasuransi tumbuh 5,79 persen (yoy) dengan nilai sebesar Rp55,84 triliun hingga April 2025.
Secara umum, permodalan industri asuransi komersial masih menunjukkan kondisi yang solid, dengan industri asuransi jiwa serta asuransi umum dan reasuransi secara agregat melaporkan Risk Based Capital (RBC) masing-masing sebesar 474,77 persen dan 315,98 persen atau di atas threshold sebesar 120 persen.