Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Skema Co-Payment Asuransi Berpotensi Turunkan Harga Premi

Peserta asuransi wajib tanggung 10% biaya berobat.jpg
Ilustrasi asuransi kesehatan (Freepik / Jcomp)
Intinya sih...
  • Skema co-payment berpotensi menurunkan harga premi asuransi
  • Co-payment melindungi rumah sakit dari fraud dan mengurangi overutilitas
  • Penerapan skema co-payment adalah pembagian risiko pembiayaan layanan kesehatan antara perusahaan asuransi dan nasabah

Jakarta, FORTUNE - Aturan baru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait produk asuransi skema co-payment berpotensi menurunkan harga premi di masyarakat.

Aturan yang diterbitkan melalui Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 7/SEOJK.05/2025 ini memang baru akan berlaku efektif mulai 1 Januari 2026 namun sudah membuat banyak masyarakat khawatir di media sosial.

Pengamat asuransi, Irvan Rahardjo, menilai bahwa penerapan copayment tidak akan merugikan masyarakat karena ketentuan ini akan mengarah pada penurunan premi karena selama ini banyak klaim yang berlebihan atau “overutilitas”.

"Ini tidak merugikan sepanjang perusahaan asuransi menunjukkan komitmen pelayanan klaim yang lebih baik. Dan upaya penurunan premi sebagai kompensasi atas berlakunya tanggungan sendiri atau co-payment,” kata Irvan melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (11/6).

Skema co-payment lindungi RS dari fraud

ilustrasi asuransi jiwa (freepik.com/rawpixel.com)
ilustrasi asuransi jiwa (freepik.com/rawpixel.com)

Menurutnya, skema co-payment ini bisa membantu meminimalisir potensi penyalahgunaan atau fraud saat pengajuan klaim. Ia bilang, potensi moral hazard dan fraud yang bisa berasal dari berbagai pihak. Termasuk perusahaan asuransi, rumah sakit, dokter, hingga pasien saat ini sangatlah tinggi.

“Ini akan mengurangi over utilization yakni penggunaan diagnosis medis dan pengobatan yang berlebihan dengan dalih mumpung ada asuransi,” pungkasnya.

Selain itu, ia menilai mekanisme co-payment ini juga tidak akan menurunkan minat masyarakat di tengah situasi biaya inflasi medis yang terjadi. "Karena kenaikan inflasi medis lebih tinggi dari tanggungan sendiri klaim dan BPJS bukan opsi untuk migrasi karena BPJS akan menerapkan Klas Rawat Inap Standard (KRIS),” imbuhnya.

Menurutnya, co payment juga berfungsi sebagai premi tambahan manakala terjadi klaim saja. Untuk itu, Ia menekankan pentingnya edukasi kepada nasabah agar mereka paham bahwa skema co-payment merupakan bentuk pembagian risiko guna menjaga keberlanjutan layanan asuransi.

“Untuk menjaga sustainability asuransi dalam memberi pelayanan kepada nasabah. Karena premi bersifat biaya tetap ( fix cost ) sedangkan co payment bersifat variable cost hanya saat terjadi klaim saja,” imbuh Irvan.

Ini penjelasan skema co-payment asuransi

ilustrasi dokumen asuransi (pexels.com/RDNE Stock project)
ilustrasi dokumen asuransi (pexels.com/RDNE Stock project)

Salah satu poin utama dalam aturan tersebut yang menjadi perbincangan masyarakat adalah penerapan skema co-payment, yaitu pembagian risiko pembiayaan layanan kesehatan antara perusahaan asuransi dan nasabah. Melalui skema ini, Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta diwajibkan menanggung sebagian biaya klaim rawat jalan maupun rawat inap.

Co-payment yang ditetapkan sebesar 10 persen dari total pengajuan klaim, dengan batas maksimum Rp300.000 untuk klaim rawat jalan dan Rp3.000.000 untuk klaim rawat inap. Obyek pengaturan dalam SEOJK 7/2025 tidak berlaku untuk skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan dan ditujukan hanya untuk produk asuransi kesehatan komersial.

Dalam kesempatan berbeda, Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Budi Tampubolon mengatakan bahwa skema co payment untuk produk asuransi kesehatan akan membuat tarif premi lebih terjangkau bagi masyarakat.

Budi menilai bahwa skema co-payment diperlukan untuk menahan laju kenaikan premi. Tanpa skema ini, lonjakan biaya kesehatan akan membuat premi terus naik dan menjadi beban tambahan yang tidak terjangkau oleh banyak pihak.

“Kalau kita percaya bahwa apa yang terjadi belakangan ini memberatkan masyarakat, klaim naik. Klaim naik itu pasti memberatkan kami. Tapi at the end of the day, akan memberatkan masyarakat ketika harus membayar klaim ini,” tegas Budi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Pingit Aria
EditorPingit Aria
Follow Us