Kerugian dari Penipuan Capai Rp7,3 T, Modus Transaksi Belanja hingga Investasi

- Jumlah kerugian tercatat hingga November 2025
- Modus penipuan meliputi transaksi belanja, telepon palsu, dan investasi bodong
- OJK terus melakukan edukasi keuangan untuk menekan jumlah korban penipuan
Jakarta, FORTUNE - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali mengingatkan masyarakat mengenai ancaman penipuan atau scam yang terus meningkat dan menimbulkan kerugian besar. Berdasarkan laporan Indonesia Anti-Scam Center per November 2025, total kerugian akibat berbagai modus penipuan telah mencapai Rp7,3 triliun, dengan lebih dari 323.000 pengaduan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menyatakan eskalasi penipuan digital di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain.
“Kalau di negara lain satu hari bisa menerima 150–200 laporan, di kita sehari bisa 800–1.000 laporan masyarakat yang terkena scam,” kata dia dalam keteranganya, dikutip Senin (17/11).
Banyak korban jatuh menyusul belum memadainya literasi keuangan khalayak luas. Sementara itu, para pelaku penipuan terus mengembangkan modus penipuan yang makin sulit dikenali.
“Kasus scam ini sangat mengerikan, menyedihkan, dan memprihatinkan,” ujarnya.
Berdasarkan laporan Anti-Scam Center hingga November 2025, penipuan transaksi belanja mendominasi jumlah laporan dengan lebih dari 58.000 kasus dan nilai kerugian melampaui Rp1 triliun.
Modus kejahatan ini biasanya memanfaatkan toko palsu, penjual fiktif, atau tautan phishing yang mengarahkan korban membayar barang yang tidak pernah dikirim.
Modus kedua yang banyak diterapkan adalah fake call, yakni penelepon berpura-pura menjadi keluarga atau teman yang sedang mengalami musibah. Dengan memanfaatkan kepanikan korban, pelaku menekan mereka agar segera pengiriman uang tanpa sempat berpikir jernih.
Kemudian, modus ketiga yang kini marak menjerat anak muda adalah penipuan investasi. Friderica menyoroti fenomena ketika generasi muda semakin tertarik berinvestasi, tapi justru terjebak dalam skema investasi bodong yang menjanjikan keuntungan tinggi secara cepat.
"Anak muda sekarang hype dengan investasi dan lain-lain dan sebagainya. Tapi, alih-alih investasi, ternyata mereka malah masuk kepada investasi bodong,” kata Friderica.
Untuk menekan jumlah korban, OJK terus memperluas edukasi keuangan melalui Gerakan Nasional Cerdas Keuangan. Hingga Oktober 2025, tercatat 42.121 program edukasi dan literasi telah digelar dan menjangkau lebih dari 200 juta peserta maupun penonton secara nasional.
Gerakan ini, menurut Friderica, membutuhkan kolaborasi dari seluruh pelaku industri keuangan dan berbagai pihak lain, termasuk media.
“Ini memerlukan orkestrasi, sinergi, dan kolaborasi yang terus menerus,” ujarnya.
Friderica berharap literasi keuangan yang membaik dapat membuat masyarakat lebih bijak, lebih siap merencanakan masa depan finansial, dan mampu melindungi diri dari berbagai ancaman digital.
“OJK punya tugas melindungi masyarakat, tetapi masyarakat juga harus mampu membentengi dirinya sendiri,” ujarnya.
Dengan tren peningkatan kasus, OJK menilai kewaspadaan menjadi kunci utama. Masyarakat diminta tidak mudah tergiur janji keuntungan besar, tidak panik ketika menerima telepon mencurigakan, serta berhati-hati saat bertransaksi secara daring.


















