Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

AAJI Khawatir Skema Co-Payment Akan Memberatkan Nasabah

Konferensi Pers Laporan Kinerja Industri Asuransi Jiwa Periode Januari-Maret 2025
Dok. Nova/Fortune Indonesia
Intinya sih...
  • Skema co-payment pada asuransi kesehatan dikhawatirkan akan memberatkan nasabah dengan menanggung minimal 10 persen dari biaya klaim.
  • Industri asuransi kesehatan harus menghadapi pekerjaan besar dalam menerapkan skema co-payment, namun diharapkan dapat memberi manfaat bagi pemegang polis dan perusahaan asuransi.
  • OJK telah menerbitkan Surat Edaran (SEOJK) Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2026.

Jakarta, FORTUNE - Skema co-payment asuransi kesehatan dikhawatirkan akan memberatkan nasabah. Pasalnya, nasabah asuransi kini harus menanggung minimal 10 persen dari biaya klaim, yang sebelumnya ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan asuransi.

Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon tidak menampik adanya keresahan ini, kendati belakangan terjadi lonjakan premi asuransi kesehatan.

"Jadi kalau ini terus-menerus berlangsung lama-lama masyarakat gak kuat juga,"ujar Budi dalam konfrensi pers paparan kinerja industri asuransi jiwa di Jakarta, Rabu (4/6).

Oleh sebab itu ia berharap dengan adanya aturan SEOJK dapat menurunkan premi asuransi yang saat ini mahal.

"Seharusnya preminya turun kalau ada co-payment. Dan harapannya yang kedua, premi saat renewalnya, juga kenaikannya bisa tidak setinggi yang saat ini," kata dia.

Dampak ke Industri Asuransi Kesehatan

Dari sisi lain, industri asuransi menurutnya masih memiliki tantangan besar, mengingat saat ini sekitar 99 persen polis asuransi kesehatan belum menerapkan skema co-payment.

Tantangan kebijakan tersebut misalnya, perusahaan harus memikirkan ulang bagaimana sistem itu nantinya berjalan, dan cara menyosialisasikan ke internal dan juga ke nasabah.

Di sisi lain, co-payment ini dinilai sebagai pedang bermata dua. Sebab, jika masyarakat mulai berbondong-bondong beralih ke BPJS Kesehatan karena merasa terbebani, maka beban layanan BPJS Kesehatan nasional juga bisa meningkat tajam. Selain itu, asuransi swasta bisa jadi tidak berjalan dan akan ada kapasitas industri kesehatan yang tidak terpakai.

Meski begitu, Budi tetap mayakini jika dijalankan dengan tepat, skema ini bisa memberi manfaat bukan hanya bagi pemegang polis dan perusahaan asuransi, tapi juga bagi ekosistem industri kesehatan secara lebih luas.

Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Surat Edaran (SEOJK) Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan pada 19 Mei 2025.

SEOJK tersebut mengatur mengenai produk asuransi harus menerapkan pembagian risiko (co-payment) yang ditanggung oleh pemegang polis, tertanggung, atau peserta paling sedikit sebesar 10 persen dari total pengajuan klaim dengan batas maksimum biaya sendiri sebesar: pertama, untuk rawat jalan Rp300.000 per pengajuan klaim. Kedua, untuk rawat inap Rp3.000.000 per pengajuan klaim.

SEOJK ini ditetapkan pada tanggal 19 Mei 2025 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2026.

Share
Topics
Editorial Team
Ekarina .
EditorEkarina .
Follow Us