FINANCE

Ekonom: Pemerintah Terlalu Agresif Danai Pembangunan dengan Utang

Utang Luar Negeri Indonesia Tembus Rp6.000 triliun.

Ekonom: Pemerintah Terlalu Agresif Danai Pembangunan dengan UtangANTARA FOTO/Makna Zaezar/aww
16 November 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta,FORTUNE - Pemerintah dinilai perlu untuk mewaspadai Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia yang mencapai US$423,1 miliar atau setara dengan Rp6.028 triliun. Apalagi, pertumbuhan utang Pemerintah yang mencapai 4,1 persen (yoy) dinilai terlalu tinggi dibandingkan pertumbuhan utang swasta yang hanya 0,2 persen (yoy). 

"Ini pertanda pemerintah terlalu agresif mendanai pembangunan dengan utang," kata Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira kepada Fortune Indonesia, Senin (16/11). 

Masih adanya diskonektifitas pembiayaan utang

Bhima juga menyatakan, pembiayaan dari utang masih belum berkualitas. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang belum maksimal. Padahal, utang Indonesia setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. 

"Ada diskonektivitas antara pertumbuhan utang sektor publik dengan riil ekonomi. Ini menunjukkan peningkatan utang kurang berkualitas," kata Bhima. 

Badan Pusat Statistik (BPS) pun mencatat, ekonomi Indonesia pada kuartal III-2021 terhadap triwulan III-2020 mengalami pertumbuhan sebesar 3,51 persen (yoy). 

Dari sisi produksi, Lapangan Usaha Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial mengalami tercatat pertumbuhan tertinggi sebesar 14,06 persen. Sedangkan dari sisi pengeluaran, Komponen Ekspor Barang dan Jasa mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 29,16 persen.

Menyoal klaim utang aman

Bhima mengaku tidak begitu saja setuju bilamana utang Indonesia disebut masih aman. Dirinya menyatakan, klaim utang yang aman karena melihat tenornya yang jangka panjang. Padahal klaim tersebut tidak berkaca pada krisis utang di negara negara lain. 

"Kalau utang jangka panjang bertambah tapi kemampuan bayar nya rendah default risk tetap besar," kata Bhima. 

Dirinya menilai, investor masih menganggap Indonesia memiliki risiko yang tinggi dibandingkan negara lain, sehingga investor meminta imbal hasil yang tinggi. 

Bhima menjelaskan, surat utang pemerintah Indonesia tercatat memiliki imbal hasil sebesar 6,05 persen dengan inflasi 1,66 persen. Artinya real rate of return dari investor mencapai 4,39 persen. 

Hal tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat imbal hasil negara Filipina yang mencapai 5,17 persen. Dengan angka tersebut, investor akan mendapatkan  real rate of return atau keuntungan riil surat utang yang hanya 0,37 persen. 

Related Topics