FINANCE

Pinjaman Macet Pinjol Tembus Rp5,09 Triliun, Bagaimana Antisipasinya?

OJK beri peringatan terkait penurunan kualitas pinjaman.

Pinjaman Macet Pinjol Tembus Rp5,09 Triliun, Bagaimana Antisipasinya?ilustrasi pinjol (unsplash.com/Kenny Eliason)
09 November 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pinjaman macet atau tidak lancar pada industri fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) mencapai Rp5,09 triliun. Nilai tersebut terdiri dari pinjaman macet di bawah 90 hari sebesar Rp3,6 triliun dan pinjaman macet di atas 90 hari sebesar Rp1,49 triliun.

Pinjaman macet tersebut terdiri dari dua segmen yakni perseorangan badan usaha. Dengan jumlah rekening macet perseorangan mencapai 1,92 juta rekening dan 233 pinjaman badan usaha juga macet. Dengan kondisi tersebut, OJK mencatat level kredit macet atau Tingkat Wan Prestasi 90 industri fintech mencapai 3,07 persen. Sedangkan untuk pinjaman lancar atau Tingkat Kewajiban Bayar (TKB) 90 industri fintech mencapai 96,93 persen.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi menyayangkan kondisi tersebut. Baginya, kondisi pinjaman macet bisa terjadi dari sejumlah faktor, tak terkecuali akibat dari kenaikan suku bunga dan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang memengaruhi kodisi keuangan peminjam dana (borrower).

“Kita perlu antisipasi dari sisi TKB90 dan TWP90–walaupun tindak antisipasi ini sebenarnya bukan hal baru dan bukan hanya terkait adanya kenaikan BBM atau suku bunga acuan–tapi memang sudah menjadi bagian dari code of conduct yang harus dipatuhi oleh anggota-anggota AFPI,” kata Adrian kepada Fortune Indonesia beberapa waktu lalu.

Ini antisipasi AFPI tahan pembengkakan TWP fintech

Logo Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI)/Dok AFPI

Di luar itu, lanjut Adrian, AFPI juga telah melakukan sejumlah antisipasi dan upaya guna menjaga kualitas kredit yang disalurkan oleh para anggotanya. Salah satunya kami mengembangkan Fintech Data Center (FDC) yang mengintegrasikan data antara penyelenggara fintech pembiayaan satu dengan lainnya.

“FDC ini digunakan untuk menghindari fraud, pinjaman berlebih–di mana satu borrower melakukan peminjaman di banyak penyelenggara fintech pembiayaan, hingga mengetahui status kelancaran pinjaman,” jelas Adrian.

Hal ini membantu platform fintech pembiayaan untuk melakukan pertimbangan ulang dalam menyetujui permohonan pinjaman dari peminjam yang memiliki catatan pembayaran yang tidak baik. Dengan proses electronic know your customer (e-KYC) diharapkan bisa mengurangi tingkat fraud atau penipuan yang terjadi di masyarakat.

“Dengan demikian, bisa memperkecil potensi terjadinya kredit macet atau TWP90,” katanya.

Hal lain yang sedang kami lakukan saat ini adalah mempersiapkan algoritma kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). AI akan dimanfaatkan untuk dapat meningkatkan kualitas penilaian kredit atau credit scoring, guna mengukur risiko kredit dari calon peminjam yang sebelumnya tidak memiliki riwayat pinjaman kredit.

“Semua ini adalah upaya yang telah dan sedang kami bangun untuk menjaga kualitas penyaluran pinjaman agar tetap sehat dan terjaga,” jelas Adrian.

OJK beri peringatan terkait penurunan kualitas pinjaman

Ilustrasi Debt Collector/ Shutterstock Andrey Povpov

Related Topics