Backdoor Listing: Jalan Pintas ke Bursa yang Disorot

- BEI menanggapi fenomena backdoor listing dengan positif.
- Fenomena backdoor listing kerap dilakukan untuk menghemat pajak dan waktu.
Jakarta, FORTUNE - Fenomena backdoor listing, atau strategi pencatatan tidak langsung di bursa, kian menjadi sorotan. Menanggapi hal ini, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman, menyatakan bahwa praktik tersebut tidak selalu negatif dan bisa menjadi jalan bagi perusahaan untuk tumbuh.
Secara sederhana, backdoor listing adalah strategi ketika sebuah perusahaan swasta mengambil alih (akuisisi) perusahaan yang telah tercatat di bursa (perusahaan publik).
Salah satu contoh teranyar yang dinilai menerapkan strategi ini adalah PT Platinum Wahab Nusantara Tbk (TGUK), emiten pemilik jenama minuman Teguk, yang diakuisisi oleh perusahaan Singapura, Visionary Capital Global Pte. Ltd.
Menurut Iman, selama perusahaan mematuhi regulasi yang ada dan bersikap transparan dalam pengungkapan informasi, BEI memandang praktik tersebut sah dilakukan.
“Kalau di BEI sudah jelas aturannya. Selama satu tahun setelah IPO mereka tidak boleh melakukan corporate action, tapi setelah itu kewenangan perusahaan untuk tumbuh,” ujar Iman saat ditemui di Jakarta, Senin (11/8). “Kita harus lihat sisi positifnya juga, bukan semuanya negatif. Sekarang kalau pilihannya TGUK mati atau dapat partner?”
Namun, ada pihak yang melihat motif lain yang lebih pragmatis di balik maraknya backdoor listing. Pengamat Pasar Modal sekaligus Guru Besar FEB Universitas Indonesia, Budi Frensidy, misalnya, mencermati praktik ini kerap dilakukan untuk menghemat pajak.
Ia merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 56 tahun 2015 yang memberikan insentif penurunan tarif PPh sebesar 5 persen bagi perusahaan terbuka.
“Banyak yang ingin memanfaatkan insentif pajak di pasar modal. Jadi, saya kira trennya terus berlanjut, karena kalau menjadi perusahaan terbuka bisa lebih rendah pembayaran pajak PPh-nya,” ujar Budi dalam sebuah diskusi pekan lalu (5/8).
Selain insentif pajak, efisiensi waktu juga menjadi alasan utama. Praktisi Pasar Modal, Satrio Dipo Ramli, mengatakan proses backdoor listing jauh lebih cepat dibandingkan dengan penawaran umum perdana (IPO).
“Mengerjakan IPO yang besar itu bisa butuh 6 bulan. Ada timing audit, dan lainnya. Misalnya saat musim panas (summer), banyak investor libur. Jadi, kalau mau kejar waktu, paling cepat ya backdoor listing,” kata Satrio.