Kinerja CPIN vs JPFA Semester I-2025: Laba Tertekan, Pendapatan Stabil

- CPIN dan JPFA mengalami tekanan profitabilitas pada semester I-2025
- Penjualan bersih CPIN tumbuh tipis 0,3 persen, laba bersih tumbuh 7,5 persen (YoY)
- JPFA mengalami penurunan penjualan bersih 0,6 persen
Jakarta, FORTUNE - Dua emiten unggas raksasa, PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) dan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA), menghadapi tantangan berat sepanjang semester I-2025. Meskipun pendapatan relatif stabil, kedua perusahaan menerima tekanan signifikan pada profitabilitas di tengah risiko kelebihan pasokan dan pelemahan harga.
Menurut analisis Mirae Asset Sekuritas (MASI), kinerja PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) dari segi penjualan bersih hanya tumbuh tipis 0,3 persen secara tahunan (year-on-year/YoY) menjadi Rp33,06 triliun.
Perseroan meraih 45,7 persen dari konsensus MASI dan selaras dengan kisaran run-rate dalam 5 tahun, yakni 46-50 persen, demikian riset MASI.
Meskipun demikian, profitabilitas CPIN tertekan. EBITDA perusahaan turun 6,9 persen (YoY) menjadi Rp3,32 triliun. Sementara itu, laba bersih CPIN tumbuh 7,5 persen (YoY) menjadi Rp1,9 triliun. Angka laba ini dinilai memenuhi konsensus pasar, tapi masih di bawah ekspektasi MASI.
"Itu menunjukkan, meski kinerja pendapatan tetap tangguh, pemulihan profitabilitas masih lambat, sehingga membutuhkan kinerja semester II-2025 yang lebih kuat untuk mencapai target 2025," ujar analis Mirae Asset Sekuritas, Andreas Kristo Saragih, Selasa (5/8).
Di sisi lain, kinerja PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) lebih tertekan. Penjualan bersih JPFA dilaporkan turun 0,6 persen (YoY) menjadi Rp27,48 triliun. Penurunan berlanjut ke sisi profitabilitas, dengan EBITDA dan laba bersih JPFA masing-masing anjlok 12,7 persen (YoY) dan 16,4 persen (YoY).
Andreas melaporkan, salah satu penyebabnya adalah kinerja segmen day old chick (DOC) yang penjualannya terkoreksi 15,8 persen (YoY) pada kuartal II-2025, diikuti oleh penjualan ayam pedaging yang turun 10,6 persen (YoY).
Dari sisi valuasi, MASI mencatat CPIN saat ini diperdagangkan pada valuasi 10,3 kali EV/EBITDA, lebih rendah dari rata-rata 5 tahunnya. Sementara itu, valuasi EV/EBITDA JPFA tercatat sebesar 3,8 kali, juga berada di bawah rata-rata historisnya.
MASI menyimpulkan, risiko utama yang membayangi CPIN dan JPFA ke depan adalah masalah kelebihan pasokan yang terus-menerus, permintaan yang melemah yang membuat harga DOC dan broiler lebih rendah dari ekspektasi, serta potensi kenaikan biaya operasional.