Aksi Setop Perubahan Iklim Meningkat, Cukupkah dengan Demonstrasi?

Jakarta, FORTUNE - Gerakan lingkungan global, Extinction Rebellion (ER), memperingatkan para penguasa akan meningkatnya geliat demonstrasi sipil setelah musim dingin. Tuntutannya satu: membuat deretan bisnis menjadi lebih ramah lingkungan.
ER, sama seperti mayoritas gerakan lingkungan lain, menilai KTT COP26 sebagai sebuah kegagalan. Menurut organisasi itu, janji konkret untuk menyetop pemanasan global tidak tercermin dalam konferensi tersebut.
Di sisi lain, ER meyakini, protes massalnya pada 2019 telah berperan penting mendorong Parlemen Inggris menyatakan kedaruratan iklim sehingga membuat komitmen niremisi yang inovatif.
“Orang-orang frustrasi karena pemerintah sangat lemah (dalam mengambil tindakan terkait perubahan iklim),” kata profesor filsafat di University of East anglia, Rupert Read, dikutip dari Fortune.com. “Hingga batas tertentu, mereka akan mengambil tindakan sendiri dan menyerah pada proses politik.”
Geliat Aksi Massa tentang Perubahan Iklim Selama Pandemi
Selama pandemi, para massa memilih menggelar aksi dengan skala kecil. Contohnya: merusak kantor JPMorgan Chase, Barclays, dan HSBC. Bahkan, pada periode Black Friday, mereka memblokade 15 15 fulfillment centers milik Amazon.
Kini, ketika pembatasan sosial mulai berkurang, XR mengatakan aksi akan kembali dilakukan secara massal. “Kami akan kembali turun ke jalan pada April 2022,” ujar XR, dilansir dari Fortune.com.