Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Shutterstock/Mezario

Jakarta, FORTUNE - Bank Indonesia menilai ancaman stagflasi akibat kenaikan harga komoditas global dan suku bunga tinggi masih terus mengemuka. Pasalnya, kata Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Solikin M Juhro, perang antara Rusia dan Ukraina yang jadi salah satu penyebab kondisi tersebut tak kunjung usai.

Jika kondisi ini berlarut-larut, berbagai negara akan menaikkan tingkat suku bunganya untuk menjaga arus modal tidak berbalik keluar. Hal itu dapat menyebabkan seretnya penyaluran kredit dan menghambat aktivitas ekonomi di berbagai negara.

Imbasnya, kemampuan daya beli masyarakat turun dan kian sulit menjangkau harga barang-barang yang melambung. "Dalam konteks itu kenaikan harga komoditas tinggi masih di atas US$90, ini akan menjadi momok. Sehingga melihat adanya stagflasi. Inflasi tinggi dan respons suku bunga tinggi menekan pertumbuhan. Artinya, stagflasi akan terus mengemuka," ujarnya dalam acara Sarasehan 100 Ekonom, Rabu (7/9).

Menurut Solikin, keadaan ini menunjukkan bahwa ekonomi dunia sedang bergejolak dan penuh ketidakpastian. Kebijakan moneter ketat atau suku bunga yang hawkis akan terjadi sewaktu-waktu dan sulit diprediksi.

Indonesia sendiri, dapat terdampak oleh kebijakan yang menyebabkan stagflasi global itu lewat tiga jalur. Pertama jalur perdagangan karena pelemahan ekspor ke negara mitra. Kedua, kenaikan harga dari komoditas yang diimpor. Ketiga, tekanan tinggi terhadap sektor keuangan akibat respons kebijakan dari negara maju.

Fundamental RI masih kuat

Editorial Team