Bukan Karena Permintaan, Ini Analisa Pengamat Soal Kelangkaan BBM

- Kelangkaan BBM di SPBU swasta disebabkan oleh regulasi, bukan permintaan.
- Shell dan BP-AKR menghadapi kendala stok, menyebabkan keterbatasan pilihan konsumen.
- Kelangkaan ini telah berlangsung sejak tahun lalu akibat disrupsi global dan regulasi impor BBM baru.
Jakarta, FORTUNE - Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) yang terjadi belakangan di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum atau SPBU swasta dinilai bukan karena tingginya permintaan, melainkan regulasi dan dampak disrupsi global.
Diketahui, Shell sebelumnya menginfokan bahwa produk BBM Shell Super, Shell V-Power, dan Shell V-Power Nitro+ saat ini tidak tersedia di beberapa jaringan SPBU Shell hingga waktu yang belum dapat dipastikan.
BP-AKR yang juga menghadapi kendala stok. Beberapa jaringan SPBU mereka tidak dapat menyediakan BP Ultimate dan BP 92, sehingga pilihan konsumen menjadi terbatas.
Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi), Sofyano Zakaria di Jakarta menilai penyebab kelangkaan bbm bukan karena lonjakan permintaan.
Sebagai pemain ritel migas, Shell dan BP-AKR seharusnya telah mengantisipasi potensi kenaikan permintaan. Apalagi, kata dia, kompetitor dan badan usaha milik negara masih beroperasi normal dan tetap memiliki stok mencukupi.
Selain itu, anggapan bahwa kelangkaan terjadi akibat peralihan konsumen dari BBM nonsubsidi ke subsidi juga tak sepenuhnya tepat. Sebab, "SPBU kompetitor justru masih menyediakan BBM nonsubsidi dalam jumlah besar di semua daerah, bahkan dengan harga lebih rendah dari SPBU swasta,” ujarnya.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Padjadjaran, Yayan Satyakti, menambahkan kelangkaan BBM telah berlangsung sejak tahun lalu. Operator BBM SPBU swasta menghadapi persoalan terhambatnya pasokan BBM dari kilang minyak mereka seiring disrupsi global.
Hal ini terakumulasi sejak awal hingga pertengahan tahun lalu. Disrupsi ini semakin terakumulasi karena dengan meningkatnya biaya transportasi yang semakin tinggi karena oil and gas insurance shipping company meningkatkan tarifnya hingga 8-10 persen, berdasarkan data JP Morgan.
"Bagi perusahaan BP atau Vivo yang mengandalkan supply chain (Refinery Abroad) diluar Indonesia akan tidak kompetitif," ujar dia.
Sementara terkait regulasi, izin impor BBM untuk SPBU swasta pada 2025 berdasarkan kebijakan Kementerian ESDM berlaku selama 6 bulan dengan evaluasi berkala setiap 3 bulan.
Yayan menyebut, regulasi ini turut berpengaruh terhadap tata kelola BBM, namun karena ini erupakan regulasi baru, jadi belum sepenuhnya dapat disebut sebagai penyebab kelangkaan BBM.
"Dengan regulasi baru ini, memang agak sedikit terhambat, tetapi saya kira ini masalah transisi karena adanya penyesuaian impor BBM dari Singapura ke AS dan beberapa Timur Tengah yang merupakan US Oil Hub," ujarnya kepada Fortune Indonesia, Kamis (4/9).