Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Ilustrasi PLTU. (Pixabay/Benita Welter)

Jakarta, FORTUNE - Penilaian dampak kesehatan (HIA) dari Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) menunjukkan potensi kerugian ekonomi dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Suralaya di Banten mencapai US$1,08 miliar atau sekitar Rp14,7 triliun per tahun.

Hal tersebut terjadi lantaran PLTU tersebut tidak memanfaatkan teknologi terbaik yang tersedia untuk mengendalikan emisi. Jika diterapkan, teknologi itu dapat menurunkan rata-rata konsentrasi PM2.5 menjadi kurang dari 0,2 μg/m³ secara tahunan.

Selain itu, teknologi dimaksud dapat mencegah ribuan kunjungan ke unit gawat darurat, ratusan penyakit, dan ratusan ribu absensi kerja setiap tahunnya.

Menurut CREA, kompleks PLTU Suralaya telah menyebabkan krisis polusi udara di kota-kota sekitarnya—mulai dari Serang, Cilegon, hingga Jakarta—selama bertahun-tahun.

Meskipun pemerintah telah mencoba untuk mengurangi dampak dari PLTU batu bara, analisis CREA menunjukkan bahwa partikel halus (PM2.5) dari pembakaran batu bara di sekitarnya berkontribusi pada lonjakan polusi udara tahunan di Jakarta, termasuk dari kompleks PLTU Suralaya, dengan dampak yang mengerikan bagi penduduk di seluruh wilayah barat laut Jawa.

Pembakaran batu bara pada PLTU batu bara seperti kompleks PLTU Suralaya-Banten telah menghasilkan polusi udara yang terdiri dari partikel halus (PM2.5), nitrogen dioksida (NO2), sulfur dioksida (SO2), dan ozon (O3), yang semuanya menyebar dalam jarak jauh dan menyebabkan penyakit pada manusia, mulai dari batuk kronis hingga kematian.

<p><strong>Polusi akibat Suralaya</strong></p>

Editorial Team

Tonton lebih seru di