Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Fenomena ‘Makan Tabungan’ Masih Berlanjut di awal 2025

Warga antre membeli minyak goreng dalam pasar murah di Sambau, Batam, Kepulaua Riau, Selasa (29/2/2022). Pasar murah tersebut menjual berbagai bahan pokok untuk memenuhi kebutuhan masyarakat jelang bulan Ramadhan. ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/tom.
Intinya sih...
  • Fenomena 'Makan Tabungan' masih terjadi di awal 2025
  • Simpanan nasabah di bank umum turun 0,7% (mom) untuk tabungan di bawah Rp100 juta
  • Simpanan nasabah kaya naik 1,9%, korporasi ogah ekspansi akibat nilai tukar Rupiah yang melemah

Jakarta, FORTUNE - Fenomena tabungan masyarakat yang terkikis akibat harga kebutuhan yang semakin tinggi masih terlihat dari data distribusi simpanan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Tercatat, simpanan nasabah di bank umum untuk tearing nilai tabungan di bawah Rp100 juta masih turun 0,7 persen (mom) di Februari 2025. Penurunan ini melanjutkan tren pada Januari 2025 yang juga turun 0,5 persen (mom).

Pengamat sekaligus Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Amin Nurdin menilai kondisi itu terjadi lantaran kondisi ekonomi yang melemah yang tercermin dari nilai tukar hingga IHSG yang melemah.

“Masih banyak orang yang melakukan konsumsi tapi pemasukan sedikit, bahasanya makan tabungan itu masih menjadi trend. Belum ada perbaikan yang signifikan, malah mungkin bisa lebih parah,” kata Amin saat dihubungi Fortune Indonesia (8/4).

Simpanan nasabah kaya naik 1,9%, korporasi ogah ekspansi

abbe-sublett-nxZDMUQhN4o-unsplash.jpg
Ilustrasi Perusahaan Swasta Terbesar di Indonesia - Unsplash/Abbe Sublett

Di sisi lain, untuk tiering nominal simpanan di atas Rp5 miliar tercatat masih naik 1,9 persen (mom). Tabungan jumbo ini selain didominasi oleh segmen korporasi namun juga dihuni oleh sejumlah nasabah kaya. LPS sendiri mencatat simpanan di atas Rp5 miliar masih mendominasi atau mencakup 54,2 persen total simpanan.

Amin menyebut, para korporasi dalam negeri enggan untuk berekspansi lantaran nilai tukar rupiah yang terus melemah beberapa hari terakhir. “Banyak perusahaan-perusahaan yang terutama yang terkait langsung dengan ekspor-impor atau ada hutang dalam bentuk dolar yang kemudian tidak sanggup untuk memiliki cadangan yang cukup untuk membiayai pinjaman. Maka akan kemudian menjadi masalah, makanya mereka berpikir untuk tidak ekspansi ataupun membuka cabang,” jelas Amin.

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar Rupiah pada pembukaan perdagangan Selasa pagi (8/4) di Jakarta melemah sebesar 24 poin atau 0,14 persen atau menjadi Rp16.846/US$ dari sebelumnya Rp16.822/US$.

Amin berpandangan, kondisi ini akan terus terjadi pasca Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan genderang perang tarif ke sejumlah negara termasuk Indonesia. Kondisi ini akan membaik bila kebijakan Trump dapat ditangani oleh Pemerintah.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
pingit aria mutiara fajrin
Editorpingit aria mutiara fajrin
Follow Us