NEWS

Dampak Naiknya Harga Komoditas ke Perekonomian Indonesia

Subsidi energi bisa bengkak, neraca dagang surplus.

Dampak Naiknya Harga Komoditas ke Perekonomian IndonesiaANTARA FOTO/Aswaddy Hamid/wsj
18 April 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Ekonom Indef, Eisha Maghfiruha Rachbini, mengatakan kenaikan harga komoditas di pasar internasional bisa membebani keuangan negara. Harga minyak, misalnya, dapat membengkakkan anggaran subsidi energi yang harus dikeluarkan pemerintah.

Ia menaksir, kenaikan harga minyak sebesar US$1 per barel di atas asumsi APBN akan menambah belanja subsidi energi sebesar Rp4,4 triliun.

Penambahan tersebut terdiri dari Rp1,47 triliun untuk subsidi LPG; Rp49 miliar subsidi minyak tanah; Rp2,65 triliun subsidi BBM Pertamina; dan Rp295 miliar tambahan subsidi tarif listrik.

Sebagai gambaran, dalam APBN 2022, pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi energi sebesar Rp134,02 triliun, yang terdiri dari subsidi BBM (termasuk minyak tanah) dan LPG 3 Kg sebesar Rp77,54 triliun dan subsidi listrik sebesar Rp56,47 triliun.

Alokasi subsidi tersebut didasarkan pada asumsi harga minyak mentah Indonesia di pasar internasional (ICP) sebesar US$63 per barel. Kini, per Maret 2022, ICP telah mencapai US$113,48 per barel atau nyaris dua kali lipat dari asumsi awal pemerintah. 

Sementara jika melihat realisasi subsidi, per akhir Januari lalu nilainya telah mencapai Rp10,2 triliun. "Penyerapan subsidi ini meningkat sekitar 347,2 persen dari periode sama di tahun lalu yang sebesar Rp2,3 triliun," ucap Eisha.

Penerimaan naik

Meski demikian, ia tak memungkiri bahwa kenaikan harga komoditas juga berdampak pada bertambahnya penerimaan negara dari sisi ekspor. Ia memperkirakan, tiap US$1 per barel kenaikan ICP akan mengerek penerimaan pajak sebesar Rp800 miliar dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp2,2 triliun.

Dalam pos penerimaan di APBN 2022, pemerintah sendiri telah mematok target cukup ambisius pada sejumlah kantong yang terkait komoditas. Beberapa di antaranya PNBP Migas sebesar Rp174,3 triliun, PPh Migas Rp47,3 triliun, PBB Migas Rp11.6 triliun, PNBP Minerba Rp28 triliun, serta PNBP panas bumi Rp1,5 triliun.

Surplus neraca perdagangan

Selain itu, ada pula dampak kenaikan harga komoditas terhadap kinerja perdagangan Indonesia. Siang tadi, misalnya, BPS mengumumkan bahwa neraca dagang kembali surplus di Maret 2022 sebesar US$4,35 miliar.

"Indonesia mendapatkan rejeki nomplok karena ekspor berbasis komoditas, misalnya CPO, nikel, batu-bara," ucapnya.

Meski demikian, ia mengingatkan harga komoditas tersebut tak bisa dijadikan andalan dalam jangka menengah panjang. Pasalnya jika ekonomi dunia mengalami stagnasi, maka permintaan komoditas akan menyusut dan kinerja perdagangan Indonesia kembali ambrol.

Related Topics