Indonesia Pacu Ekspor Lewat Sustainable dan Modest Fashion

Jakarta, FORTUNE - Peluang Indonesia menjadi pemain utama di pasar sustainable fashion semakin terbuka lebar. Tren global yang bergerak menuju material ramah lingkungan dan produksi beretika bertemu dengan kekuatan lokal: kearifan budaya, kreativitas desainer, serta akses bahan baku yang melimpah.
Momentum ini dimanfaatkan pemerintah melalui ASIK (Akselerasi Ekspor Kreasi Indonesia) Fashion Connect 2025, program yang menjembatani 12 jenama fesyen lokal untuk menembus pasar internasional.
Wakil Menteri Ekonomi Kreatif (Wamenekraf), Irene Umar, menegaskan bahwa Indonesia memiliki posisi strategis untuk memimpin dua segmen yang tengah naik daun: modest fashion dan sustainable fashion.
“Kalau kita bicara modest fashion, semua orang melihatnya ke Indonesia. Modest fashion juga bukan busana Muslim, namun pada dasarnya adalah busana berpotongan sopan, dan semua orang memakainya, dan kita melihat langsung bahwa Singapura, Malaysia, Brunei itu melihat kiblatnya ke Indonesia,” ujarnya, dalam konferensi pers ASIK (Akselerasi Ekspor Kreasi Indonesia) Fashion Connect 2025, Selasa (9/12).
Untuk ranah fesyen berkelanjutan, Indonesia punya modal kuat. Tren fesyen saat ini menggunakan material berkelanjutan, misal, menggunakan pewarna alami.
"Pewarna alami dan bahan baku yang ada di Indonesia itu sangat melimpah. Jadi pertanyaannya adalah, bagaimana kita mengintegrasikan itu? Kembali ke cara kita menggunakan kearifan lokal dari nenek moyang kita untuk digunakan dalam fesyen modern,” kata Irene.
Ia menambahkan, hal tersebut menjadi solusi potensial untuk fast fashion yang sangat marak di dunia saat ini.
Dalam sejumlah peragaan busana, desainer lokal telah memanfaatkan kain perca, serat alam, pewarna alami, dan praktik produksi rendah limbah. Pendekatan ini menjadikan Indonesia bukan sekadar produsen, tetapi inovator dalam sustainable fashion, sebuah nilai tambah yang kini dicari pasar global.
Permintaan dari Asia hingga Timur Tengah
Irene mengungkap bahwa minat internasional terhadap produk fesyen Indonesia terus tumbuh, terutama dari kawasan Timur Tengah.
“Banyak sekali, sampai ke Dubai, sampai ke Timur Tengah, mereka itu sangat berharap (produk) Indonesia itu bisa sampai ke sana. Mereka ingin belanja,” ujarnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa pasar global tidak hanya siap menerima, tetapi aktif mencari produk Indonesia.
Untuk mempercepat penemuan jenama lokal oleh buyer global, pemerintah memperluas inisiatif seperti Ekraf Hunt dan ASIK sebagai cikal bakal direktori kreatif nasional. “Kita tidak mau hanya seremonial, kita ingin melakukan sesuatu yang berkelanjutan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Kemenekraf memposisikan ASIK Fashion Connect sebagai jembatan langsung ke pasar dunia. “ASIK Fashion Connect ini bukan hanya seremonial, tetapi juga menjadi salah satu kesempatan menuju pasar ekspor, menjadi ruang untuk berkolaborasi dan berjejaring untuk memperkuat kesempatan para jenama fesyen lokal untuk masuk ke pasar global,” kata Irene.
Mengusung tema Connecting Indonesian Creativity to the Global Market, program ini mengintegrasikan business matching, networking dengan buyer internasional, creative brand presentation, pameran produk, hingga fashion show. Pendekatan terintegrasi ini dirancang agar jenama lokal memahami standar global sekaligus mendapatkan peluang bisnis nyata.
Deputi Bidang Kreativitas Budaya dan Desain Kemenekraf, Yuke Sri Rahayu, mengatakan dalam batch ini, Kemenekraf memfasilitasi 12 jenama lokal, terdiri dari 10 jenama fesyen dan dua jenama aksesori yang telah melalui proses kurasi.
Mereka adalah Rengganis, KaIND, ASTIGA LEATHER, Rubysh, BRILIANTO, dots Indonesia, Batik Widayati, Anantari, GLOESHOES, ALRAFI, APIKMEN, dan maima. Semua jenama menampilkan koleksi dengan narasi keberlanjutan, mulai dari material hingga proses produksinya, sebagai diferensiasi yang relevan dengan permintaan global.
“Forum ini menjadi ruang kolaborasi dengan buyer dan mitra internasional untuk membuka peluang bisnis baru seperti ekspor, joint collection, hingga lisensi,” kata Yuke.
ASIK Fashion Connect juga menghadirkan Creative Export Corner, pameran mini yang menampilkan katalog dan koleksi peserta.
Sebagai informasi, kontribusi subsektor fesyen di Indonesia tercatat mencapai 17,6 persen terhadap total nilai tambah ekonomi kreatif, atau sekitar Rp225 triliun pada 2022. Pada sisi ekspor, kategori fesyen menjadi penyumbang terbesar dengan porsi 61 persen dari total ekspor produk ekonomi kreatif pada 2021.
Adapun pada 2022, devisa yang dihasilkan subsektor ini mencapai US$16,47 miliar atau sekitar Rp274,57 triliun. Dari aspek ketenagakerjaan, sektor fesyen menyerap sekitar 25 juta pekerja atau sekitar 17 persen dari total tenaga kerja di industri ekonomi kreatif.
Diharapkan keunggulan kreativitas, keragaman budaya, hingga potensi bahan baku lokal menempatkan Indonesia pada posisi yang sangat strategis dalam industri fesyen global.


















