Kemarau Basah: Pengertian, Penyebab, dan Dampaknya

- Kemarau basah adalah kondisi cuaca saat wilayah berada dalam musim kemarau, tapi curah hujan tetap tinggi atau di atas normal.
- Penyebab kemarau basah antara lain anomali iklim global, suhu permukaan laut yang tinggi, dan perubahan pola angin monsun.
- Dampaknya meliputi sektor pertanian, kesehatan, transportasi, infrastruktur, dan ketahanan air serta energi.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia mulai memasuki fase kemarau basah pada awal Juni 2025. Fenomena ini menandai peralihan yang tidak biasa dalam pola musim. Seharusnya bulan ini sudah memasuki masa kemarau, tapi hujan masih turun dengan intensitas cukup tinggi di sejumlah daerah.
Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan apa sebenarnya yang dimaksud dengan kemarau basah. Bagaimana dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari? Untuk mengetahui lebih dalam mengenai kemarau basah, simak penjelasan selengkapnya berikut ini.
Apa itu kemarau basah?
Kemarau basah adalah kondisi cuaca ketika suatu wilayah secara teknis berada dalam periode musim kemarau, tapi curah hujan masih tetap tinggi atau di atas normal. Padahal, biasanya jika musim hujan telah berlalu, curah hujan akan semakin berkurang. Secara keseluruhan cuaca cerah dengan sesekali hujan turun.
Berbeda dari musim hujan biasa yang ditandai dengan hujan merata dan terus-menerus, kemarau basah memiliki pola hujan yang lebih sporadis atau terjadi di waktu dan lokasi yang tidak menentu. Namun, akumulasi curah hujannya tetap cukup tinggi hingga berdampak pada lingkungan dan aktivitas masyarakat.
Fenomena kemarau basah bukanlah hal baru sebenarnya. Namun, belakangan fenomenanya makin sering terjadi seiring peningkatan dinamika iklim global. Salah satunya, perubahan iklim (climate change) yang memengaruhi kestabilan pola cuaca regional.
Penyebab terjadinya kemarau basah
Kemarau basah terjadi karena beberapa faktor utama. Berikut faktor penyebab terjadinya kemarau basah di wilayah Indonesia.
1. Anomali iklim global (El Niño - La Niña)
Salah satu faktor utama kemarau basah adalah anomali suhu permukaan laut di Samudra Pasifik yang dikenal sebagai El Niño dan La Niña. Dalam kondisi normal, El Niño menyebabkan musim kemarau yang kering.
Sementara La Niña cenderung membawa hujan lebih banyak. Namun, pada tahun-tahun tertentu, terjadi kombinasi anomali yang tidak lazim. Suhu perairan menghangat di satu wilayah tetapi tetap basah di wilayah lain, sehingga memicu kemarau basah.
2. Pengaruh suhu permukaan laut
Suhu permukaan laut atau sea surface temperature (SST) di sekitar Indonesia juga memainkan peran besar. Ketika SST tetap tinggi, penguapan air laut meningkat dan awan hujan tetap terbentuk meski sedang musim kemarau. Fenomena ini sering kali memperpanjang curah hujan meskipun waktu seharusnya sudah memasuki musim kering.
3. Perubahan pola angin monsun
Angin monsun yang membawa kelembapan dari laut menuju daratan biasanya melemah saat musim kemarau. Namun, jika terjadi perubahan arah atau kekuatan angin karena gangguan atmosfer, maka kelembaban tetap masuk dan memicu hujan. Hal ini mengakibatkan pola musim kemarau menjadi tidak sepenuhnya kering.
4. Pemanasan global
Perubahan iklim global yang mempercepat pemanasan bumi turut mengacaukan pola cuaca tradisional. Perubahan suhu dan tekanan udara menyebabkan siklus musim bergeser atau menjadi tidak konsisten dari tahun ke tahun.
Dampak kemarau basah
Kemarau basah memberikan dampak yang kompleks, baik positif maupun negatif. Berikut ini beberapa dampak kemarau basah yang perlu diketahui.
Sektor pertanian
Kemarau basah bisa menjadi pedang bermata dua bagi para petani. Di satu sisi, ketersediaan air tetap terjaga, sehingga tanaman tidak kekurangan pasokan air. Namun di sisi lain, kelebihan air justru dapat menyebabkan kerusakan tanaman, banjir lokal, dan jadwal tanam tertunda.
Beberapa jenis tanaman seperti padi memerlukan musim tanam dengan air yang terkontrol. Jika curah hujan terus terjadi saat seharusnya musim kemarau, proses pematangan atau panen bisa terganggu.
Dampak pada kesehatan
Curah hujan yang tinggi di musim kemarau dapat menciptakan genangan air. Genangan tersebut menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk yang menyebabkan demam berdarah dan malaria. Selain itu, perubahan suhu dan kelembapan juga meningkatkan risiko infeksi saluran pernapasan atas, terutama pada anak-anak dan lansia.
Transportasi dan infrastruktur
Kemarau basah dapat menimbulkan banjir lokal yang mengganggu sistem transportasi dan merusak infrastruktur, terutama jalan dan saluran air yang tidak dirancang untuk curah hujan di luar musim. Tanah longsor pun bisa terjadi di daerah perbukitan jika intensitas hujan tinggi.
Ketahanan air dan energi
Meski terlihat menguntungkan karena pasokan air meningkat, kemarau basah dapat menimbulkan kesulitan dalam manajemen air. Hal ini terutama untuk bendungan atau waduk yang telah dirancang mengikuti pola musim kering dan basah yang normal. Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) juga perlu melakukan penyesuaian agar tidak mengalami gangguan beban.
Apa yang harus dilakukan saat terjadi kemarau basah?
Menghadapi kemarau basah memerlukan langkah adaptif agar dampaknya dapat diminimalisasi. Berikut beberapa cara yang dapat Anda lakukan.
Genangan dan banjir bisa terjadi karena saluran air tersumbat. Pastikan Anda membersihkan got secara rutin dan pastikan drainase berfungsi baik, terutama di kawasan padat penduduk.
Meskipun hujan masih turun, tetap hemat air. Gunakan penampungan air hujan untuk kebutuhan rumah tangga atau pertanian.
Petani sebaiknya menyesuaikan jadwal tanam dengan prakiraan cuaca dan menggunakan varietas tanaman yang lebih tahan terhadap kelembapan tinggi.
Hujan di musim kemarau bisa memicu wabah seperti DBD atau infeksi saluran pernapasan. Hindari dengan cara menjaga kebersihan lingkungan dan konsumsi makanan bergizi.
Selalu ikuti prakiraan cuaca terkini untuk merencanakan aktivitas harian, khususnya bagi yang bekerja di sektor pertanian, transportasi, atau konstruksi.
Itulah informasi mengenai apa itu kemarau basah. Fenomena kemarau basah yang terjadi pada Juni 2025 menjadi pengingat bahwa perubahan iklim nyata adanya. Dengan memahami penyebab dan dampaknya, diharapkan masyarakat dan pemerintah bisa mengambil langkah-langkah preventif untuk mengurangi risiko.
Semoga informasi ini bermanfaat!