Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Mengenal Tranq, Narkoba ‘Zombie’ yang Mengancam AS

ilustrasi obat-obatan (unsplash.com/freestocks)

Jakarta, FORTUNE – Belakangan beredar potongan video yang memperlihatkan dampak menyeramkan yang terjadi pada para pecandu narkoba di Philadelphia, Amerika Serikat (AS). Orang-orang yang menunjukkan gejala aneh tersebut diduga mengonsumsi narkoba yang disebut Tranq dan menyebabkan kondisi tak berdaya menyerupai zombie di sepanjang jalan. 

Penggunaan obat Xylazine atau 'tranq' meningkat di wilayah Philadelphia. Tranq merupakan obat penenang mematikan yang digunakan untuk meningkatkan efek heroin, kokain, dan fentanyl. ONDC (Office of National Drug Control Policy) menyebut kasus narkoba zombie sudah ada di 50 negara bagian Amerika Serikat.

Bukan narkoba biasa, efek dari obat tersebut pun menyita perhatian pemerintah, karena berdampak serius pada masyarakat dan mengancam khalayak di AS. Bahkan, Bahkan, pemerintah Jo Biden telah menetapkan kasus ini sebagai ancaman negara. Mengutip beberapa sumber, berikut ini ulasan Fortune Indonesia tentang Tranq.

Apa itu Tranq?

Drug Enforcement Administration (DEA), Amerika Serikat memperingatkan terjadinya peningkatan tajam perdagangan fentanyl yang dicampur dengan xylazine. Jenis yang dikenal juga sebagai Tranq adalah obat penenang kuat yang telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) AS untuk penggunaan hewan.

"FDA tetap prihatin dengan meningkatnya pemakai xylazine yang dicampur dengan obat-obat terlarang. Tindakan ini merupakan salah satu bagian dari upaya yang lebih luas yang dilakukan oleh badan tersebut untuk mengatasi masalah," ucap Robert M. Califf, M.D., Komisioner FDA.

FDA telah berdiskusi dengan penyedia layanan kesehatan terkait risiko obat terhadap pasien yang terpapar xylazine dalam obat-obatan terlarang. FDA juga memperingatkan para profesional kesehatan tentang risiko pasien yang terpapar xylazine dan obat-obatan terlarang.

CNN menyebutkan, kasus penyebaran xylazine pertama kali ditemukan di Puerto Rico pada 2000-an dan kini menjadi persoalan yang menghebohnkan di AS.

Bahaya

Campuran obat xylazine dan fentanyl menempatkan pengguna pada risiko lebih tinggi menderita keracunan obat yang fatal. Orang yang menyuntikkan campuran obat dengan kandungan xylazine juga dapat mengembangkan luka parah, termasuk pembusukan jaringan manusia, bahkan bisa sebabkan amputasi.

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), terdapat 107.735 orang AS meninggal pada periode Agustus 2021 dan Agustus 2022 karena keracunan obat, dengan 66 persen dari kematian dikabarkan melibatkan opioid sintetis seperti fentanyl.

James Sherman dari Savage Sisters Recovery mengungkapkan, banyak pengguna narkoba jenis ini datang ke tempatnya dalam keadaan pingsan, beberapa mengalami luka terbuka di tangan, lengan, kaki, dan kepala. "Jika mereka tidak pergi ke rumah sakit, mereka mungkin akan kehilangan anggota tubuhnya," katanya.

New York Times melaporkan, seorang pengguna xylazine bernama Tracey McCann, merasakan kengerian berupa Memar yang ia rasakan didapatkan karena suntikan fentanil dan mulai mengeras menjadi lapisan kulit yang berkerak dan menghitam. "Saya bangun di pagi hari sambil menangis karena lengan saya sekarat," katanya.

Reaksi pemerintah AS

Fenomena ini akhirnya menarik perhatian pemerintah AS. Pada 12 April 2023, Presiden AS Joe Biden menetapkan kasus xylazine sebagai ancaman negara dan mengambil beberapa tindakan untuk mengurangi pasokan fentanil serta zat ilegal lain.

Departemen Kesehatan Philadelphia dan Dewan Kesehatan AS, mengatakan bahwa pihaknya sudah bekerja sama dengan mitra di seluruh kota untuk mengatasi aspek baru dari epidemi overdosis obat ini. “Xylazine telah menyerang Philadelphia dengan sangat keras, menyebabkan peningkatan kematian akibat overdosis serta luka parah yang dapat menyebabkan sepsis dan amputasi," tulis lembaga itu.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bayu Satito
Ekarina .
Bayu Satito
EditorBayu Satito
Ekarina .
EditorEkarina .
Follow Us