Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Para Tukang Tipu Asia Memperluas Lingkup Kejahatannya

Ilustrasi Scam.
Ilustrasi Scam. (Pixabay/raju shrestha)
Intinya sih...
  • Kelompok kejahatan Asia Timur dan Tenggara memperluas penipuannya ke seluruh dunia.
  • Pusat-pusat penipuan telah menjamur di Asia Tenggara, terutama di daerah perbatasan Kamboja, Laos, Myanmar, dan Filipina.
  • Sindikat ini juga memperluas operasi ke Afrika dan Amerika Latin melalui modus penipuan romantis palsu, investasi bodong, dan skema judi ilegal.

Jakarta, FORTUNE - Kelompok kejahatan terorganisir lintas negara dari Asia Timur dan Tenggara kini memperluas kiprah penipuannya ke seluruh dunia. Kantor berita Associated Press melansir langkah ini diambil sebagai respons terhadap penindakan hukum yang semakin gencar oleh pihak berwenang di wilayah asal mereka.

Selama beberapa tahun terakhir, lokasi-lokasi pusat penipuan telah menjamur di Asia Tenggara, terutama di daerah perbatasan Kamboja, Laos, dan Myanmar, serta di Filipina. Kelompok ini kerap memindahkan lokasi operasi dari satu tempat ke tempat lain demi menghindari kejaran polisi.

Belakangan ini, pusat-pusat penipuan yang telah menguras miliaran dolar dari para korban melalui modus penipuan romantis palsu, tawaran investasi bodong, dan skema judi ilegal, dilaporkan beroperasi hingga ke wilayah yang jauh seperti Afrika dan Amerika Latin.

Menurut laporan yang diterbitkan oleh Kantor PBB urusan Narkoba dan Kejahatan (United Nations Office on Drugs and Crime/UNODC) tersebut, sindikat kejahatan Asia memperluas sepak terjangnya lebih jauh ke daerah-daerah terpencil dengan penegakan hukum yang lemah, yang rentan terhadap masuknya aktivitas kriminal ini.

Laporan tersebut berjudul “Inflection Point: Global Implications of Scam Centers, Underground Banking and Illicit Online Marketplaces in Southeast Asia.”

Benedikt Hofmann, Pelaksana Tugas Perwakilan Regional UNODC untuk Asia Tenggara dan Pasifik, menyatakan dalam sebuah pernyataan: “Hal ini mencerminkan perluasan alami, seiring dengan berkembangnya industri ini, yang mencari cara dan tempat baru untuk berbisnis, tetapi juga sebagai upaya berjaga-jaga terhadap risiko pada masa mendatang jika penindakan terus berlanjut dan semakin gencar di Asia Tenggara.”

UNODC memperkirakan ratusan pusat penipuan berskala industri ini menghasilkan keuntungan tahunan nyaris US$40 miliar.

Tren ekspansi ke luar wilayah ini konsisten dengan laporan berkelanjutan mengenai penindakan hukum yang menargetkan pusat-pusat penipuan yang dipimpin kelompok Asia, yang ditemukan beroperasi di Afrika, Asia Selatan, Timur Tengah, dan beberapa pulau Pasifik. Selain itu, layanan terkait pencucian uang, perdagangan orang, dan perekrutan juga ditemukan di Eropa, Amerika Utara, dan Amerika Selatan.

Di Afrika, Nigeria muncul sebagai zona merah, dengan penggerebekan polisi pada akhir 2024 dan awal 2025 yang memicu banyak penangkapan, termasuk orang-orang dari Asia Timur dan Tenggara yang dicurigai terlibat dalam penipuan mata uang kripto dan penipuan asmara.

Di Amerika Latin, laporan itu menyebutkan Brasil telah muncul sebagai salah satu negara yang menghadapi tantangan yang semakin besar terkait penipuan siber, judi online, dan pencucian uang terkait.

Laporan ini menemukan adanya beberapa keterkaitan tantangan tersebut dengan kelompok kriminal yang beroperasi di Asia Tenggara. Laporan itu juga mencatat bahwa pada akhir 2023 di Peru, lebih dari 40 warga Malaysia diselamatkan setelah diperdagangkan oleh geng yang berbasis di Taiwan yang dikenal sebagai sindikat Naga Merah (Red Dragon) yang memaksa mereka melakukan penipuan berbasis siber.

Laporan itu juga menyoroti penindakan terhadap pusat-pusat penipuan yang dipimpin Asia di Timur Tengah dan beberapa pulau Pasifik.

Yang mengkhawatirkan, di saat kelompok-kelompok yang dipimpin Asia memperluas jangkauan geografis operasionalisasinya, keterlibatan kelompok kejahatan dari bagian dunia lain juga dilaporkan meningkat.

Pasar daring baru, jaringan pencucian uang, produk data curian, malware, kecerdasan buatan (AI), dan teknologi deepfake menjadi landasan bagi maraknya "kejahatan sebagai layanan" (crime-as-a-service), demikian laporan itu. Inovasi teknologi ini memfasilitasi mereka dalam menjalankan bisnis secara daring dan beradaptasi terhadap penindakan hukum.

Share
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us