Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Pembayaran THR dan Pesangon Eks Pekerja Sritex Tunggu Penjualan Aset

Ilustrasi Sritex. (Dok. Sritex)
Intinya sih...
  • Pembayaran pesangon dan THR eks pekerja Sritex tertunda hingga penjualan aset perusahaan pailit selesai.
  • Kementerian Ketenagakerjaan berupaya memastikan ribuan eks pekerja dapat mengajukan klaim JHT dan JKP.

 Jakarta, FORTUNE - Ribuan mantan pekerja PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) masih harus menunggu lebih lama untuk menerima pesangon dan tunjangan hari raya (THR) mereka.

Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, menyatakan pembayaran tersebut hanya bisa dilakukan setelah aset perusahaan yang telah dinyatakan pailit berhasil dijual. Kendati demikian, kurator telah membayarkan upah hingga Februari 2025.

“Kami sudah berkoordinasi dengan kurator dan ada komitmen dari mereka bahwa pesangon dan THR yang masih terutang akan dibayarkan setelah aset Sritex terjual,” kata Yassierli dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Selasa (11/3).

Selain menunggu hasil penjualan aset, Kementerian Ketenagakerjaan juga tengah berupaya memastikan ribuan eks pekerja Sritex dapat mengajukan klaim Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Dengan jumlah pekerja terdampak yang mencapai lebih 11.025 orang, proses ini menjadi tantangan tersendiri.

“Kami sudah berkoordinasi dengan dinas tenaga kerja di tingkat provinsi, kota, dan kabupaten, serta dengan serikat pekerja dan serikat buruh. Kami ingin memastikan kelengkapan dokumen untuk klaim JHT dan JKP, karena tanpa dokumen yang sesuai, pencairan tidak bisa dilakukan,” ujarnya.

Tuntutan anggota legislatif untuk pemenuhan hak mantan pekerja Sritex

Keputusan ini mendapat kritik tajam dari anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai NasDem, Irma Suryani Chaniago. Ia mempertanyakan mengapa pembayaran hak pekerja harus menunggu penjualan aset, padahal Sritex memiliki 11 anak perusahaan yang masih beroperasi.

“THR 2025 terutang dan baru akan dibayarkan dari hasil penjualan aset. Pak Menteri tahu tidak, sebenarnya Sritex ini punya 11 anak perusahaan? Seharusnya mereka bisa berkontribusi dalam pembayaran THR pekerja yang di-PHK,” kata Irma pada kesempatan yang sama.

Lebih lanjut, Irma menyatakan beberapa anak perusahaan Sritex justru menagih utang kepada induk perusahaan yang kini berstatus pailit. Ia menilai hal ini sebagai langkah yang tidak bertanggung jawab terhadap para pekerja yang telah kehilangan mata pencaharian.

“Jangan mentang-mentang pemerintah selama ini mendukung karena Sritex dianggap aset nasional, terus semua dibebankan ke pemerintah. Pajak tidak dibayar, pinjaman besar, punya banyak anak perusahaan, tapi THR tidak mau dibayar. Banyak perusahaan lain dalam grup ini yang bisa dimintai tanggung jawab untuk membagi THR. Ini tidak benar,” katanya.

Irma mengatakan Sritex sebagai perusahaan besar seharusnya memiliki empati dan tanggung jawab terhadap para pekerjanya. Ia juga mengingatkan jika pembayaran THR harus menunggu proses kurator, ada kemungkinan hak-hak pekerja baru bisa dipenuhi setelah Lebaran, yang tentu saja akan semakin memberatkan para eks pekerja Sritex.

“Kita tahu ini proses hukum, tapi bukan berarti para pekerja yang sudah bertahun-tahun mengabdi harus jadi korban. Mereka butuh kepastian, bukan janji tanpa kejelasan,” ujarnya.

Kementerian Ketenagakerjaan terus berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk memastikan bahwa pekerja yang ingin kembali bekerja dapat mendapatkan peluang kerja baru. Skema penyewaan aset Sritex juga tengah dikaji sebagai solusi mempertahankan lapangan kerja bagi mantan pekerja perusahaan tekstil tersebut.

 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us