Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Riset Ungkap 12,46 Persen Biaya Hidup Habis untuk Transportasi, Apa Solusinya?

Ilustrasi Transportasi Umum (unsplash.com/id/@jannerboy62)
Ilustrasi Transportasi Umum (unsplash.com/id/@jannerboy62)
Intinya sih...
  • Biaya transportasi RI mencapai 12,46 persen dari biaya hidup, melebihi standar ideal 10 persen menurut World Bank.
  • Kurangnya integrasi moda transportasi dan pungutan liar menyebabkan biaya transportasi di Indonesia mahal.
  • Lokasi rumah yang jauh dari perkantoran juga menjadi faktor utama dalam meningkatkan biaya transportasi masyarakat.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE - Pengeluaran masyarakat Indonesia untuk transportasi telah mencapai 12,46 persen dari total biaya hidup, melampaui standar ideal Bank Dunia sebesar 10 persen. Angka ini menjadi beban signifikan tidak hanya bagi individu, tetapi juga bagi perekonomian nasional melalui tingginya biaya logistik.

Kementerian Perhubungan menggarisbawahi urgensi masalah ini.

"Biaya sebesar itu tentu menjadi beban bagi masyarakat. Dengan adanya integrasi tarif dan sistem pembayaran terpusat, beban itu bisa ditekan," ujar Direktur Jenderal Integrasi Transportasi dan Multimoda (Ditjen Intram) Kemenhub, Risal Wasal, dalam keterangan resminya, Kamis (4/9).

Menurut sejumlah ekonom, mahalnya biaya transportasi di Indonesia disebabkan oleh empat faktor: kurangnya integrasi antarmoda, perencanaan transportasi publik yang tidak sejalan dengan pengembangan kawasan, maraknya pungutan liar (pungli), serta jarak tempuh komuter yang jauh akibat harga properti tidak terjangkau.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, menjelaskan faktor pertama adalah rantai perjalanan yang panjang dan tidak efisien. Perjalanan harian masih bergantung pada kombinasi beberapa moda transportasi tanpa sistem penghubung (feeder) yang memadai.

“Misalnya dari rumah ke kantor, pakai kendaraan pribadi parkir di stasiun, lalu dari stasiun masih harus pakai ojol ke kantor,” ujar Bhima saat dihubungi Fortune Indonesia, Kamis (4/9).

Kedua, Bhima menilai pengembangan transportasi publik tidak sejalan dengan perencanaan kawasan permukiman baru atau wilayah industri yang berkembang pesat.

Faktor ketiga yang sangat signifikan adalah adanya pungutan liar (pungli) yang menggerus biaya, khususnya pada angkutan truk. Berdasarkan data Korlantas Polri pada 2023 yang mencatat 5,9 juta unit truk, dan estimasi nilai pungli Rp100 juta per unit dari Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, total pungli di sektor ini diperkirakan mencapai Rp590 triliun per tahun.

“Total biaya logistik 14,2 persen dari PDB. Tahun 2024 berarti biaya logistik setara Rp3.163 triliun. Estimasi porsi pungli truk terhadap biaya logistik 18,6 persen,” ujarnya.

Terakhir, mahalnya harga properti di pusat kota memaksa pekerja, khususnya kelas menengah, menjadi komuter dengan jarak tempuh yang jauh.

“Tercatat 7,6 juta orang Indonesia masuk kategori komuter. Ini disebabkan harga rumah makin tak terjangkau dibandingkan upah pekerja rata-rata,” kata Bhima.

Namun, Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menjelaskan batas kewajaran biaya transportasi perlu dilihat secara kontekstual. Aturan ideal 10 persen untuk kelompok berpendapatan rendah memang menjadi acuan, tetapi di beberapa kota negara berkembang porsinya bisa mencapai 15–30 persen.

“Aturan 10 persen harus dibaca bersama konteks jarak, pilihan moda transportasi, dan kualitas layanan, bukan dipakai rigid,” ujar Josua.

Dia menambahkan, dengan inflasi yang relatif stabil pada 2,31 persen per Agustus 2025, tekanan harga secara umum tidak besar, yang semakin menyoroti adanya masalah struktural.

Untuk mengatasi masalah ini dalam jangka pendek, Josua memandang pemerintah perlu fokus pada perbaikan produktivitas angkutan jalan. Menurutnya, ada tiga hal krusial yang bisa dilakukan:

  1. Mengurangi perjalanan kosong melalui pasar muatan daring lintas wilayah.
  2. Melancarkan arus barang dengan penataan akses kawasan industri dan jendela waktu distribusi.
  3. Menurunkan biaya transaksional di jalan lewat penegakan terhadap pungutan liar dan harmonisasi aturan muatan.

“Setiap peningkatan utilisasi armada dan kecepatan tempuh akan langsung menurunkan biaya per km dan biaya per ton-km,” katanya.

Di sisi lain, Bhima menambahkan bahwa solusi jangka panjang yang harus dilakukan pemerintah adalah memberantas pungli secara sistematis, menyediakan perumahan atau rumah susun yang terjangkau di sekitar kawasan perkantoran, serta memperbaiki upah pekerja formal dan informal agar porsi biaya transportasi terhadap pendapatan bisa semakin kecil.

Share
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us