Sejak Dibuka, Total Pendaftar Kartu Prakerja Mencapai 86 Juta Orang

Jakarta, FORTUNE - Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja, Denni Puspa Purbasari, mengatakan total pendaftar Program Kartu Prakerja telah mencapai 86 juta orang sejak dibuka pada 2020 hingga saat ini. Jumlah ini masih akan terus bertambah dengan kembali dibukanya Program Kartu Prakerja pada 2022.
“11,4 juta orang telah diterima pada 2020 dan 2021 and keeps counting karena tahun ini nambah lagi,” kata dia saat acara Pekan Milenial Naik Kelas 2022 yang disiarkan secara virtual, Selasa (5/4).
Kartu Prakerja, kata Denni, merupakan sebuah ekosistem untuk para pencari kerja. Tidak hanya itu, program ini juga menghubungkan para pencari kerja dengan industri yang membutuhkan tenaga kerja. Dalam ekosistem tersebut, peserta yang telah diterima dalam Program Kartu Prakerja akan mendapatkan insentif yang digunakan untuk membeli pelatihan.
“Peserta bisa membeli pelatihan di digital platform yang menyediakan 700 lebih pelatihan yang bisa dipilih,” ujar Denni.
Manfaat Kartu Prakerja
Berdasarkan survei Cyrus Network, 98,7 persen peserta menyatakan bahwa mereka merasakan manfaat dari Program Kartu Prakerja.
Di samping itu, 93 persen peserta menyatakan pelatihan mendorong kewirausahaan, serta jumlah penganggur mengalami penurunan dari sebelumnya 56 persen menjadi 39,8 persen setelah mengikuti Program Kartu Prakerja.
Denni menyebut, survei ini dilakukan secara independen. “Ini di masa pandemi dapat memulai pekerjaan atau untuk memulai usaha,” ujarnya.
Anggaran Kartu Prakerja tahunn 2022
Untuk tahun ini, Denni menyebut, pemerintah menyiapkan alokasi anggaran Rp11 triliun untuk Program Kartu Prakerja. Total anggaran tersebut akan dialokasikan untuk 2,9 juta peserta Kartu Prakerja untuk skema semi bantuan sosial.
Selanjutnya, setelah kuota 2,9 juta peserta terpenuhi, Denni mengatakan bahwa Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja akan mulai melakukan uji coba pelatihan secara tatap muka.
“Itu pertama kali Program Kartu Prakerja akan ada pelatihan tatap muka maupun blended learning, jadi beberapa teorinya bisa online, kemudian praktik dan ujiannya bisa offline atau tatap muka,” ujarnya.
Namun demikian, Denni mengatakan, Manajemen Pelaksana akan tetap mengkurasi pelatihan yang tepat dan berkualitas jika pelatihan harus dilakukan secara tatap muka.