Lanjut dia, YLBHI menilai DPR RI dan pemerintah sudah menjadi tirani soal pengesahan revisi UU TNI ini karena tidak dapat menerima perbedaan dan kritik.
“DPR bersama pemerintah telah menjadi tirani, di mana tak mentolerir perbedaan dan kritik. Partai-partai melalui fraksinya selayak kerbau dicucuk hidung, ikut dengan selera penguasa,” ujar Isnur.
Kemudian dia menyebut bahwa YLBHI melihat suara dan kegelisahan rakyat tidak menjadi pedoman dan acuan dalam membuat UU. Prinsip dan semangat negara hukum demokratis yang dijamin dalam UUD 1945 tidak lagi menjadi dasar dan kerangka dalam menyusun dan berargumentasi.
“Bahkan suara Mahkamah Konstitusi (MK) yang berulang menegur praktik penyusunan Undang-undang yang inkonstitusional juga tak didengar,” tutur Isnur.
Lebih lanjut dia, YLBHI melihat bahwa UU TNI ini hanya untuk menyalurkan kepentingan para elite militer dan para politisi sipil yang tidak bisa dan tidak mau mentaati aturan main yang demokratis. Pihaknya menyoroti aksi unjuk rasa penolakan UU tersebut di DPR RI pada Kamis (20/3) lalu, yang dijaga ketat oleh pasukan tentara dan polisi dengan alat serta persenjataan lengkap.
“Pintu-pintu dan pagar dipasang penghalang beton agar semakin sulit rakyat bersuara. Kami juga menyaksikan kembali pengerahan paramiliter dilakukan dengan terstruktur dan sistematis, dengan tujuan konflik horizontal kembali dilakukan,” tutur Isnur.
“Jelas ini melanggar banyak sekali aturan main bernegara. Kita melihat bahwa sedemikian rupa kritik rakyat dianggap sebagai musuh dan ancaman,” imbuh dia.