Tantangan Awal Presiden Korea Selatan: Ekonomi, Keamanan, dan Trump

Dalam ajang pemilihan presiden (pilpers) Korea Selatan, Lee Jae Myung dari Partai Demokratik Korea sukses terpilih sebagai Presiden baru Korea Selatan, Selasa (3/6).
Di tengah semarak suka cita kemenangannya, sejumlah tugas dan tantangan menanti di posisinya yang baru dalam memimpin Korea Selatan.
Ia harus siap menghadapi krisis besar yang dipicu kebijakan dan manuver Trump yang dapat berdampak pada hubungan bilateral Korsel-AS dalam waktu dekat.
Lantas, apa saja tantangan awal Presiden Korea Selatan yang baru? Berikut beberapa tantangan yang akan dihadapinya.
Tantangan ekonomi akibat kebijakan Trump
Di awal masa kepemimpinannya, Lee Jae Myung akan banyak dihadapkan dengan berbagai tantangan awal Presiden Korea Selatan.
Perang dagang dengan Amerika Serikat menjadi isu utama yang segera dihadapinya.
Belum lama ini, tarif Trump ke Korea Selatan dikenakan sebesar 25 persen untuk seluruh produk impor yang menjadi pukulan besar pada kondisi ekonomi negara tersebut.
Tidak sedikit pakar yang menilai pemberlakukan tarif ini dapat menimbulkan gejolak ekonomi. “Hal ini dapat memicu krisis ekonomi,” ungkap Moon Chung In, penasihat senior di Partai Demokrat.
Sebelum Trump mengumumkan pemberlakukan tarif tersebut, ekonomi Korea Selatan tengah lesu dan tidak bergairah. Ancaman ekonomi dari Trump ini tentu akan semakin memperparah ekonomi Korea Selatan yang terjadi akibat ketidakstabilan politik.
Dilansir Reuters, pendukun Lee Jae Myung menyebutkan bahwa mereka ingin mencari lebih banyak waktu untuk bernegosiasi mengenai perdagangan dengan Presiden Donald Trump.
Namun, masih belum bisa dipastikan permintaan batas waktu tarif akan diterima di Washington.
Kekhawatiran keamanan dan ketergantungan militer AS
Penentuan kebijakan luar negeri diperkirakan akan banyak mewarnai masa awal kepemimpinan Presiden baru Korea Selatan ini. Dalam hal ini, hubungan Korea Selatan dan Amerika menjadi sorotan.
Pasalnya, kedua negara tersebut sudah lama menjadi sekutu dan menjalin hubungan bilateral. Amerika Serikat sudah dianggap sebagai sekutu penting demi menghadapi Korea Utara.
Namun, ketergantungan Korea Selatan akan militer AS dan ancaman keamanan sangat dipertaruhkan dalam negosiasi.
Diketahui ada sebanyak 28,5 ribu tentara AS yang masih berada di Korea Selatan untuk menjamin keamanan sejak Perang Korea. Namun, ada kekhawatiran bahwa pasukan AS dapat ditarik dan dialihkan akibat manuver Trump.
Presiden Donald Trump menegaskan bahwa ia tidak berencana untuk membedakan urusan perdagangan dan keamanan saat bernegosiasi dengan Korea Selatan.
Bahkan, Trump memberikan sinyal Korsel untuk membayar lebih tinggi atas keberadaan pasukan AS di sana.
Hyundai Heavy Industries menjadi salah satu kartu as yang dipakai Korsel untuk bernegosiasi. Lewat industri kapal, Korea Selatan menawarkan bantuan pembangunan dan perawatan kapal perang untuk AS sebagai mitranya.
Kekhawatiran kerja sama Trump dan Korea Utara
Pada saat yang sama, kekhawatiran hubungan Korea Utara dan Amerika menjadi salah satu tantangan besar dalam sektor keamanan yang akan dihadapinya.
Pasalnya, Trump diketahui terbuka akan kemungkinan berdialog dengan Kim Jong Un, Presiden Korea Utara. Ditambah dukungan Rusia pada Korea Utara menjadikan posisi Kim jauh lebih kuat dibandinkan tahun 2019.
AP News menyebutkan bahwa program nuklir Korea Utara yang terus berkembang menjadi isu penting bagi Korea Selatan. Isu inilah yang juga akan menjadi ancaman besar bagi keamanan negara tersebut.
Terdapat kekhawatiran bahwa kesepakatan Trump hanya menguntungkan AS dengan mengantisipasi rudal jarak jauh. Di sisi lain, Korea Selatan dilanda ancaman senjata jarak pendek dari Korea Utara.
Diplomasi militer memang menjadi ujian terbesar yang segera dihadapi Lee Jae Myung. Maka dari itu, komunikasi dengan Trump penting dilakukan dalam menyampaikan bahwa Korsel adalah mitra strategis AS yang dapat diandalkan.
Hubungan diplomatik Korsel di tengah AS dan China
Bukan hanya Korea Utara saja, hubungan diplomatik Korsel dengan AS dan China juga menjadi salah satu tantangan awal Presiden Korea Selatan yang tidak bisa diabaikan.
Di tengah panasnya perang dagang AS-China, Korsel yang berada di tengah-tengah harus bersikap bijak dan diplomatis.
Dilansir Reuters, Lee harus berhati-hati dalam menyusun strategi meningkatkan hubungan dengan China. Ia juga menunjukkan kepekaan pada angin politik dengan memoderasi negara tetangga dan kebijakan ekonomi populis jelang pemilu.
Sebagai kepala negara yang baru, ia menegaskan bahwa Korsel harus bersikap netral agar tidak menjadi sebuah ancaman di masa depan.
Demikian beberapa tantangan awal Presiden Korea Selatan, Lee Jae Myung yang akan dihadapinya. Gejolak ekonomi dan hubungan diplomatik dengan AS menjadi tantangan utamanya sebagai Presiden Korea Selatan yang baru.