WTO Kabulkan Gugatan Indonesia Terkait Bea Biodiesel

- WTO kabulkan gugatan Indonesia terkait sengketa perdagangan dengan Uni Eropa (UE) mengenai penerapan bea imbalan pada impor produk biodiesel dari Indonesia atau dikenal sengketa DS618.
- Panel WTO menemukan tiga poin penting dalam putusan WTO kabulkan gugatan Indonesia terkait bea biodiesel.
- Pemerintah menyambut baik atas hasil keputusan tersebut dan menegaskan komitmen Indonesia dalam mewujudkan perdagangan yang adil.
Jakarta, FORTUNE - Pemerintah Indonesia menjadi sorotan masyarakat global, terutama di perdagangan internasional. Pasalnya, Indonesia berhasil meraih kemenangan dalam sengketa perdagangan dengan Uni Eropa (UE) mengenai penerapan bea imbalan (countervailing duties) pada impor produk biodiesel dari Indonesia atau dikenal sengketa DS618.
Keputusan diumumkan oleh World Trade Organization (WTO) pada Jumat (22/8) di situs resminya. Hal tersebut juga disambut baik oleh pemerintah Indonesia dan menegaskan komitmen negara dalam perdagangan yang adil. Berikut penjelasan putusan WTO kabulkan gugatan Indonesia terkait bea biodiesel dengan Uni Eropa.
Indonesia menang gugatan bea biodiesel di WTO
Sengketa DS618 telah diajukan Indonesia sejak tahun 2023, tepatnya setelah Komisi UE mengenakan bea masuk tambahan untuk biodiesel asal Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Pihak Uni Eropa menilai praktik yang dilakukan pemerintah Indonesia yang menyebabkan distorsi harga sehingga merugikan biodiesel Eropa.
Uni Eropa beralasan bahwa pemerintah Indonesia memberikan subsidi tidak langsung kepada industri biodiesel lewat kebijakan bea keluar, pungutan ekspor, dan dugaan intervensi dalam penetapan harga sawit. Namun, tuduhan tersebut ditolak oleh panel WTO setelah melewati proses panjang.
WTO menyatakan bahwa Uni Eropa telah bertindak tidak konsisten pada ketentuan WTO Agreement on Subsidies and Countervailing Measures (ASCM). Dalam hal ini, pihak WTO mengabulkan gugatan Indonesia terkait bea biodiesel.
Tiga aspek penting yang disorot dalam putusan WTO
Panel WTO untuk Sengketa DS618 yang beranggotakan dari Afrika Selatan, Meksiko, dan Belgia ini menemukan tiga poin penting dalam putusan WTO kabulkan gugatan Indonesia terkait bea biodiesel.
Pertama, panel menolak klaim Uni Eropa yang menyebut pemerintah Indonesia menginstruksikan perusahaan sawit menjual bahan baku murah ke produsen biodiesel. Kedua, bea keluar dan pungutan ekspor pada minyak kelapa sawit di Indonesia tidak bisa diklasifikasikan sebagai subsidi dalam kerangka WTO ASCM.
Ketiga, Komisi UE gagal membuktikan adanya kerugian material yang dialami produsen biodiesel di Eropa akibat ekspor biodiesel Indonesia. Komisi Eropa juga dinilai mengabaikan beberapa faktor lain yang turut memengaruhi dinamika pasar biodiesel di kawasan tersebut.
Dengan mempertimbangkan beberapa aspek tersebut, panel WTO menyatakan bahwa bea biodiesel yang diberlakukan UE pada Indonesia tidak didasarkan pada bukti objektif.
Buktikan komitmen dalam perdagangan yang adil
Menteri Perdagangan, Budi Santoso menyambut baik atas hasil keputusan tersebut. Kemenangan ini semakin berarti karena membuktikan komitmen pemerintah dalam perdagangan yang adil dan menegaskan posisi Indonesia di pasar global.
Ia juga menegaskan bahwa kemenangan yang diraih pemerintah merupakan hasil kerja sama dengan berbagai pihak. Mulai dari pemerintah, sektor swasta, hingga para ahli hukum internasional di Indonesia. Hal ini kembali menunjukkan kemampuan Indonesia untuk membeli kepentingan nasional lewat mekanisme WTO.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kemendag RI, Isy Karim memfokuskan pada komitmen pemerintah untuk terus bekerja sama dengan semua pihak untuk memastikan perdagangan yang adil dan imbang.
Demikian hasil putusan WTO kabulkan gugatan Indonesia terkait bea biodiesel dengan Uni Eropa.
FAQ seputar biodiesel
Apa perbedaan biodiesel dengan solar biasa?
Solar biasanya berasal dari minyak bumi, sedangkan biodiesel berasal dari bahan terbarukan. Biodiesel juga lebih ramah lingkungan karena menghasilkan emisi gas buang lebih rendah.
Apa tantangan dalam penggunaan biodiesel?
Beberapa tantangannya meliputi ketersediaan bahan baku, biaya produksi yang lebih tinggi dibandingkan solar, dan distribusi yang belum merata?
Bagaimana prospek industri biodiesel di Indonesia tahun 2025?
Industri biodiesel Indonesia diproyeksikan positif oleh Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), dengan produksi bahan baku biodiesel mencapai 15,6 juta kiloliter.