Bidik Rp500 Triliun, Prabowo Siapkan Pusat Pengelolaan Dana Umat

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah tengah menggagas pembangunan sebuah gedung ikonik setinggi 40 lantai di kawasan Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta, yang akan difungsikan sebagai Pusat Pengelolaan Dana Umat. “Kalau ini semuanya kita berdayakan, kita akan mengumpulkan dana umat Rp500 triliun per tahun,” ujar Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar dalam pernyataan resmi, Senin (18/8).
Menag menuturkan, selama ini lembaga seperti Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) belum memiliki kantor representatif. Oleh karena itu, Presiden Prabowo Subianto mengusulkan agar pusat pengelolaan dana umat ditempatkan di kawasan paling prestisius di ibu kota. Bekas gedung Kedutaan Besar Inggris yang kini dikelola Kementerian Luar Negeri disebut sebagai lokasi ideal.
Nantinya, gedung baru itu akan menampung sejumlah lembaga terkait, mulai dari Baznas, BWI, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), hingga Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang selama ini masih menyewa perkantoran.
Menag menjelaskan, Presiden Prabowo bahkan memberi arahan agar desain menonjolkan semangat kebangkitan dana umat. Semula gedung dirancang 27 lantai sebagai simbol tanggal 27 Ramadan, tapi kemudian diputuskan menjadi 40 lantai sebagai perlambang keberkahan.
“Gedung ini tidak hanya akan menjadi pusat administrasi, tetapi juga simbol kemandirian dan kebangkitan ekonomi umat di Indonesia,” katanya.
Bangunan tersebut ditargetkan berfungsi sebagai pusat keuangan syariah nasional. Semua aktivitas terkait zakat, infak, sedekah, wakaf, hingga jaminan produk halal dapat diurus dalam satu atap. Kehadirannya diharapkan mendorong profesionalisme lembaga pengelola, memperkuat kepastian hukum wakaf, serta memperluas pemanfaatan aset umat bagi pembangunan nasional.
Dari sisi strategis, langkah ini juga menjadi simbol bahwa dana umat merupakan instrumen penting pembangunan negara. Lokasinya di pusat ibu kota menegaskan bahwa zakat, wakaf, dan instrumen keuangan syariah lainnya bukan sekadar praktik religius, melainkan bagian dari sistem keuangan nasional.
Namun, Menag juga mengingatkan adanya tantangan besar seperti rendahnya literasi wakaf, profesionalisme nazir yang masih perlu ditingkatkan, serta kepastian hukum aset wakaf yang harus diperkuat. “Gedung ikonik ini akan menjadi etalase, tetapi keberhasilannya bergantung pada tata kelola, transparansi, dan akuntabilitas,” katanya.