Perekonomian digital Indonesia tengah memasuki fase baru. Setelah bertahun-tahun membangun kapasitas dasar, fokusnya kini bergeser menuju infrastruktur yang siap untuk teknologi kecerdasan buatan (AI), ketahanan yang dirancang sejak awal (resilience by design), kedaulatan data, distributed intelligence pada edge, serta model hybrid multi-cloud sebagai standar operasional.
Indonesia merupakan perekonomian digital terbesar di Asia Tenggara, dengan nilai gross merchandise value (GMV) diperkirakan US$90 miliar pada 2024, dan diproyeksikan terus tumbuh kuat hingga akhir dekade ini.
Seiring percepatan adopsi AI dan semakin matangnya regulasi melalui Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) dan Peraturan Pemerintah Nomor 71 (PP 71), perusahaan perlu meninjau ulang cara mereka merancang infrastruktur digital, bukan hanya untuk skala, tetapi juga untuk kepercayaan, kinerja, dan integrasi regional.
Berikut lima tren yang membentuk lanskap infrastruktur digital Indonesia menuju 2026.
Tren 1: Dari Infrastruktur Berdensitas Rendah menuju Infrastruktur Berdensitas Tinggi yang Siap AI
Selama bertahun-tahun, sebagian besar beban kerja perusahaan di Indonesia dijalankan pada rak berdensitas rendah, yakni sekitar 2–5 kW.
Model tersebut kini tidak lagi memadai. AI, analitik tingkat lanjut, dan pemrosesan real-time mendorong kepadatan daya menuju 10–12 kW per rak, sementara beban kerja AI dan high-performance computing (HPC) kerap membutuhkan 30 kW atau lebih.
Perubahan ini mendorong peningkatan kebutuhan akan lingkungan berdensitas daya tinggi serta solusi pendinginan generasi berikutnya, termasuk desain yang siap menjalankan liquid cooling.
Secara global, infrastruktur AI merupakan salah satu segmen dengan pertumbuhan tercepat dalam investasi pusat data, dan Indonesia tidak terkecuali.
Perusahaan ingin mendukung beban kerja ini sekaligus memastikan data sensitif tetap berada di dalam negeri serta kinerja yang konsisten dengan latensi rendah.
Di seluruh Indonesia, pusat data merespons dengan memperluas kapasitas berdensitas tinggi serta menghadirkan interkoneksi privat ke penyedia cloud dan mitra ekosistem.
Fasilitas seperti Equinix JK1 di Jakarta, yang diluncurkan pada 2025, dirancang mendukung kepadatan yang siap AI dengan interkoneksi privat berlatensi rendah.
Hal ini memungkinkan organisasi menskalakan beban kerja AI sambil tetap menjaga data berada dalam batas wilayah nasional.
Perubahan ini menegaskan pentingnya roadmap densifikasi yang terstruktur, mencakup kesiapan pendinginan dan konektivitas privat, demi memastikan peningkatan skala yang aman dan efisien.
Tren 2: Ketahanan sebagai Standar Dasar, Diperluas melalui DR Regional
Sebagai perekonomian digital terbesar di Asia Tenggara, Indonesia beroperasi dengan ekspektasi layanan yang selalu aktif (always-on). Downtime tidak lagi dapat diterima untuk e-commerce, fintech, gaming, maupun layanan digital real-time.
Hal ini tecermin pada naiknya investasi di kawasan, dengan pasar pusat data Asia Tenggara diperkirakan tumbuh dari sedikit di atas US$10 miliar pada 2023 menjadi hampir US$18 miliar menjelang akhir dekade ini.
Perusahaan kini memperluas strategi ketahanan melampaui satu wilayah metropolitan.
Arsitektur yang mencakup Jakarta, Batam, dan Surabaya menjadi kian umum, dengan lokasi regional seperti Singapura dan Malaysia dimanfaatkan sebagai situs disaster recovery untuk beban kerja yang tidak diatur secara ketat.
Yang terpenting, desain ini mengandalkan interkoneksi privat, bukan internet publik, sehingga memungkinkan pencapaian recovery time objective (RTO) dan recovery point objective (RPO) yang lebih ketat, sekaligus mengurangi risiko kemacetan dan keamanan.
Seiring meningkatnya ekspektasi terhadap keberlangsungan layanan, strategi ketahanan makin perlu dirancang berbasis koneksi privat berlatensi rendah lintas kota dan lintas negara guna memenuhi target pemulihan yang kian ketat.
Tren 3: Kedaulatan Data sejak Tahap Perancangan Sesuai UU PDP dan PP 71
Dengan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang kini telah sepenuhnya berlaku serta Peraturan Pemerintah Nomor 71 (PP 71) yang terus menjadi acuan penyelenggaraan sistem elektronik, kedaulatan data telah bergeser dari wacana kebijakan menjadi persyaratan arsitektur.
Arahnya makin jelas. Data pribadi yang bersifat sensitif perlu diproses di dalam negeri, sementara kolaborasi lintas negara harus didukung oleh perlindungan yang memadai, dokumentasi, serta jalur yang terkontrol.
Sejalan dengan itu, banyak organisasi mulai mengadopsi model “local compute, global interconnect”, dengan menjaga data yang diatur tetap berada di dalam negeri, sekaligus terhubung secara aman ke cloud regional dan mitra melalui koneksi privat.
Pendekatan ini sejalan dengan ketentuan UU PDP terkait transfer data lintas batas, sekaligus membantu penyederhanaan proses audit, penurunan risiko kepatuhan, dan peluang kolaborasi berskala ASEAN tanpa mengekspos lalu lintas data sensitif ke internet publik.
Karena itu, mengintegrasikan persyaratan kedaulatan data ke dalam desain infrastruktur sejak awal makin menjadi faktor kunci keberhasilan, bukan lagi sekadar pemenuhan kepatuhan pada tahap akhir.
Tren 4: AI Terdistribusi dan Agentik Makin Mendekat ke Edge
Seiring meluasnya penggunaan IoT dan kasus penggunaan awal 5G pada sektor logistik, manufaktur, ritel, dan fasilitas pintar, pengambilan keputusan kian bergeser lebih dekat ke lokasi tempat data dihasilkan.
Perubahan ini mencerminkan adanya peningkatan kebutuhan akan respons real-time dan latensi lebih rendah, yang tidak dapat sepenuhnya dipenuhi oleh arsitektur terpusat.
Alih-alih hanya mengandalkan klaster GPU terpusat, organisasi mulai menerapkan edge inference nodes guna mendukung pengambilan keputusan secara langsung, serta meneruskan beban kerja yang lebih berat ke sumber daya komputasi regional hanya ketika diperlukan.
Secara global, banyak organisasi telah bereksperimen dengan AI, dan kian banyak yang menguji coba AI agents, sehingga mendorong adopsi sistem yang lebih terdistribusi dan otonom.
Di Indonesia, tren ini makin diperkuat oleh kesiapan pemerintah dalam menyusun kerangka etika dan roadmap AI nasional yang menekankan transparansi, akuntabilitas, dan keamanan.
Arsitektur yang mengombinasikan edge inference, komputasi regional, serta interkoneksi yang aman berada pada posisi yang tepat mendukung inovasi sekaligus tetap selaras dengan ekspektasi tata kelola yang terus berkembang. Apalagi ketika organisasi menempatkan proses inferensi lebih dekat ke sumber data, sambil menetapkan jalur eskalasi yang jelas ke komputasi regional.
Tren 5: Hybrid Multi-Cloud Menjadi Model Operasionalisasi Standar
Sebagian besar perusahaan di Indonesia kini beroperasi pada berbagai platform cloud, berdampingan dengan infrastruktur on-premises serta lingkungan edge yang terus berkembang.
Hybrid multi-cloud bukan lagi fase transisi, melainkan telah menjadi model standar organisasi menjalankan operasi digital mereka.
Model ini membantu organisasi menghindari ketergantungan pada satu penyedia (vendor lock-in), mengoptimalkan biaya, serta memenuhi persyaratan kedaulatan data, terutama seiring menguatnya arah kebijakan terkait PP 71 dan keandalan infrastruktur digital secara lebih luas.
Di kawasan Asia Pasifik, adopsi multi-cloud terus meningkat karena organisasi mencari fleksibilitas dan ketahanan yang lebih besar di seluruh lanskap digital mereka.
Platform interkoneksi netral kian berperan sebagai lapisan integrasi, memungkinkan konektivitas privat langsung ke penyedia cloud utama sekaligus menghubungkan sistem on-premises dan lokasi edge secara patuh regulasi serta berorientasi pada kinerja.
Seiring hybrid multi-cloud menjadi norma, model operasional yang mampu mengelola lingkungan on-premises, multi-cloud, dan edge secara konsisten kini menjadi pembeda kompetitif yang kian penting.
Melihat Ke Depan
Indonesia berada pada titik krusial. Adopsi AI kian cepat, ekspektasi terhadap kedaulatan data terus meningkat, dan infrastruktur berevolusi menuju model yang terdistribusi dan saling terhubung lintas kota maupun lintas negara.
Bab berikutnya bukan sekadar “lebih banyak cloud” atau “lebih banyak AI”, melainkan kepadatan yang siap untuk AI, ketahanan yang dirancang sejak awal, arsitektur data yang berdaulat, kecerdasan di edge, serta hybrid multi-cloud sebagai standar operasional.
Organisasi yang sejak dini mengintegrasikan kedaulatan dan interkoneksi ke dalam desain infrastrukturnya akan berada pada posisi terbaik untuk tumbuh secara bertanggung jawab, aman, dan kompetitif di tahun-tahun mendatang.
===
Tulisan ini sepenuhnya merupakan opini Haris Izmee, Managing Director Equinix Indonesia
