Riset: Adopsi Generative AI Picu Ledakan Edge di Kawasan APAC

- Adopsi AI generatif (GenAI) di Asia Pasifik meningkat pesat, memaksa perusahaan untuk menyesuaikan strategi teknologi mereka.
- Pasar layanan cloud publik untuk edge di kawasan ini diperkirakan akan meningkat dengan CAGR 17 persen hingga 2028, mencapai nilai belanja US$29 miliar.
- Tiongkok, Jepang, India, dan ASEAN semuanya mengalami peningkatan adopsi GenAI dengan masing-masing strategi dan tantangan yang unik.
Jakarta, FORTUNE– Ledakan adopsi AI generatif (GenAI) membuat banyak perusahaan di Asia Pasifik harus menata ulang strategi teknologinya. Menurut riset terbaru IDC untuk Akamai Technologies, arsitektur cloud tersentralisasi semakin sulit mengimbangi tuntutan skala, kecepatan, biaya, dan kepatuhan yang dibawa oleh beban kerja AI modern.
Dalam riset bertajuk “The Edge Evolution: Powering Success from Core to Edge” memproyeksikan bahwa pada 2027, terdapat 80 persen CIO di kawasan APAC akan beralih dari penyedia cloud tradisional ke layanan edge. Langkah ini dianggap penting untuk menjaga daya saing dan mendukung adopsi AI di level produksi.
IDC memperkirakan, pasar layanan cloud publik untuk edge di kawasan ini akan meningkat dengan CAGR 17 persen hingga 2028. Adapun, nilai belanja layanan ini diperkirakan tembus US$29 miliar.
Model hybrid yang menggabungkan skalabilitas cloud publik dengan kedekatan edge dipandang sebagai jawaban bagi perusahaan yang ingin membangun sistem AI yang lebih cepat, aman, dan hemat biaya.
Seiring beralihnya AI generatif dari tahap eksperimen ke tahap eksekusi, perusahaan-perusahaan di APAC mulai menghadapi keterbatasan infrastruktur lawas yang mereka gunakan. Saat ini, 31 persen perusahaan yang disurvei di kawasan tersebut telah menerapkan aplikasi GenAI pada tahap produksi.
Sementara itu, 64 persen organisasi masih berada pada tahap uji coba atau pilot. Mereka masih menguji GenAI, baik untuk skenario penggunaan guna memenuhi kebutuhan pelanggan maupun internal. Namun, momentum yang pesat ini menunjukkan celah serius pada arsitektur cloud yang ada saat ini, seperti kesulitan mengelola kompleksitas multicloud, hambatan regulasi lintas negara, kenaikan biaya cloud tak terduga dan hambatan performa aplikasi AI real time.
“AI hanya sekuat infrastruktur yang mendukungnya,” ujar Parimal Pandya, Senior VP Sales dan Managing Director APAC Akamai Technologies dikutip dari keterangan, Rabu (3/9).
Dengan demikian, edge menjadi pilar transformasi digital berikutnya untuk memastikan performa dan efisiensi beban kerja AI.
Peta Adopsi di Asia Pasifik
Riset juga menemukan, di Tiongkok 37 persen responden sudah pakai GenAI di produksi, investasi edge meningkat untuk operasional industri. Sebanyak 37 persen perusahaan menggunakan GenAI di tahap produksi, dan 61 persen sedang melakukan pengujian, sementara 96% mengandalkan IaaS cloud publik.
Sementara Jepang mempercepat infrastruktur AI meski ada kesenjangan kematangan digital: Meski hanya 38 persen perusahaan Jepang yang telah menggunakan GenAI di tahap produksi, tetapi 84 persen perusahaan percaya bahwa GenAI sudah atau akan mendisrupsi bisnis mereka dalam 18 bulan ke depan,.
India mengembangkan infrastruktur edge untuk memenuhi permintaan GenAI dan mengelola biaya: yang mana sebanyak 82 persen perusahaan melakukan pengujian awal GenAI, dan 16 persen di antaranya memanfaatkan GenAI di tahap produksi. Sementara ASEAN mengadopsi GenAI dengan strategi edge-first di luar ibu kota: 91% perusahaan ASEAN memprediksi disrupsi GenAI dalam 18 bulan ke depan.