Apindo: Ketidakpastian Regulasi Upah Bikin Iklim Usaha Kian Sulit

Jakarta, FORTUNE - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mengungkapkan kekecewaannya terkait perubahan penetapan upah minimum provinsi (UMP) yang diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK). Aturan yang kerap berubah-ubah ini dinilai dapat menciptakan ketidakpastian dan mempersulit iklim usaha.
Pasalnya, dalam 10 tahun terakhir, telah terjadi empat kali perubahan aturan pengupahan. Hal ini memicu ketidakpercayaan investor yang menyebabkan investor menahan diri untuk berinvestasi atau meningkatkan jumlah investasinya. Kesempatan kerja baru yang seharusnya diharapkan muncul dari peningkatan investasi tersebut pun mengecil.
Tak hanya itu, inkonsistensi penetapan upah minimum menyebabkan Indonesia kehilangan kesempatan menjadi negara maju.
"Tiga kali kita lost opportunity karena masalah perburuhan dan upah minimum. Ini sudah kami sampaikan kepada Menteri Ketenagakerjaan," kata Ketua Bidang Ketenagakerjaan APINDO, Bob Azam dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (26/11).
Menurutnya, rumusan penetapan upah minimum provinsi (UMP) 2025 yang mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sudah cukup adil. "Rumusan yang ada saat ini, PP 51 menurut kami sudah cukup fair," katanya.
PP Nomor 51 Tahun 2023 menetapkan formula upah minimum adalah inflasi ditambah dari hasil penggalian antara pertumbuhan ekonomi dan alfa. Rentang alfa yang tercantum dalam aturan tersebut yakni 0,1 sampai 0,3.
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli hingga kini belum mengungkapkan rincian draf penetapan UMP 2025. Harapannya, formulasi UMP akan diumumkan paling lambat awal Desember 2024.
Adapun, progres penyusunan UMP 2025 menurutnya sudah dilaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto. Setelah finalisasi, formulasi UMP akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan dan menjadi acuan bagi para kepala daerah.